Rabu, 18 November 2015

Budaya Bali


MENGENAL BUDAYA BALI LEBIH DEKAT


Dari banyaknya pulau yang tersebar di Nusantara, Bali merupakan pulau yang paling terkenal, bahkan lebih dikenal dibanding Indonesia sendiri. Pertanyaan “Indonesia di sebelah mana Bali?” walaupun terkesan sebagai ‘lawakan’, tapi begitulah kenyataan. Dengan luas wilayah hanya 5.561 km2, atau 0,3 persen dari keseluruhan luas negara, Bali merupakan salah satu provinsi terkecil di Indonesia. Peradaban mencatat bahwa Bali memiliki mikrokosmos yang luar biasa, epitom yang istimewa tentang alam, sejarah, kesusasteraan, legenda, agama, seni, arsitektur dan manusianya itu sendiri.

Di sebelah barat, Bali dipisahkan dengan Pulau Jawa oleh Selat Bali dan di sebelah timur, dipisahkan dengan Pulau Lombok oleh Selat Lombok. Pulau ini terletak di atas dua lempengan tektonik yang saling tumpang tindih, dan didominasi oleh sederetan puncak gunung berapi dengan ketinggian di atas 2.000 meter. Gunung Agung—masih aktif, dengan ketinggian 3.140 meter—merupakan yang tertinggi.

Bali juga menjadi rantai terakhir dari jajaran pulau-pulau tropis garis imajiner yang menandai pemisahan zona ekologi Asialis dan Australasia. Di sebelah timur, sepanjang selat Lombok yang memisahkan Pulau Bali dengan Pulau Lombok, konon ada garis imajiner yang membedakan flora dan fauna dari sub-tropis berganti menjadi beragam flora dan fauna Australasia. Di satu sisi tanah hijau subur, di sisi lain tanah coklat; di satu sisi terdapat kera, dan tupai, di sisi lain terdapat komodo dan kakatua.


Garis imajiner pemisah Australasia dengan Asialis adalah Garis Wallace— antara Borneo dan Sulaweis; antara Bali di barat dan Lombok di timur. Tapi garis ini kemudian sedikit dikoreksi dan digeser ke daratan Pulau Sulawesi oleh Weber; Garis Weber.

Pulau para Dewa ini dibelah oleh sungai, kanal, dan juga ngarai yang diselimuti hutan. Lembah dan bukitnya diwarnai hamparan padi. Ujung pantai-pantai yang indah, dengan danau-danau yang mengisi sisa kawah. Pemandangan alam pulau ini memperlihatkan sebuah tempat yang hampir memadukankhayalan dengan kenyataan. Jangankan manusia, Dewa pun pasti menganggapnya surga.

Jumlah keseluruhan penduduk Bali mencapai tiga juta jiwa lebih, meliputi unsur Hindu mayoritas dan unsur Bali Aga minoritas. Yang terakhir kerap dianggap sebagai penduduk Asli Bali; status minoritas mereka merupakan akibat dari perpindahan penduduk Jawa sejak abad ke-10. Sekarang kelompok-kelompok kecil masyarakat Bali Aga dapat ditemui terutama di bagian timur pulau ini.



Pada abad ke-15 Masehi, ketika kerajaan Majapahit dikalahkan oleh kekuatan kerajaan Islam Demak, ratusan orang Jawa-Hindu dari berbagai kelompok; bangsawan, cendekiawan, rohaniwan, seniman, dan rakyat biasa yang notabennya orang-orang setia Majapahit kemudian ramai-ramai mengungsi ke pulau Bali.

Keyakinan orang Bali merupakan fenomena kompleks yang dilandasi berbagai aspek; Hindu, Siwa, Buda dan berpadu dengan tradisi leluhur. Oleh karena itu penyembahan roh-roh halus, nenek-moyang, dan unsur-unsur alam digabungkan dengan ajaran Hindu. Dalam beberapa kasus upacara adat dan ritual keagamaan terdapat perbedaan dari satu wilayah dengan wilayah lainnya.

Sebagian besar orang bali, hampir 95 %, beragama Hindu, walaupun Hindu yang berbentuk sinkretis; Hindu-Bali atau kadang disebut juga Hindu Dharma.


“Ritual Upacara di Pura Besakih”. Foto oleh Davidelit

Salah satu upacara penting di Bali adalah pengabuan. Selama upacara ini berlangsung, gamelan, tarian, dan sesajen menyertai arak-arakan dengan sebuah “menara yang dihias” diarak dari rumah duka ke tempat pengabuan. Adat yang rumit ini sudah agak terkikis dengan berlalunya waktu, walaupun masih berfungsi sebagai daya tarik wisata.

Dalam alam keyakinan orang Bali, gunung Mahameru atau Meru mempunyai kedudukan istimewa. Mahameru menggambarkan arti penting sebagai inti dari kehidupan; dari sanalah para Dewa mengatur kehidupan di Bumi. Gunung sebagai kosmos bahkan menjadi unsur yang dominan dalam keyakinan dan arsitektur mereka.

Bagian penting dari ritual keagamaan yang berhubungan dengan gunung di Bali, adalah upacara yang dilakukan di gunung Agung, Sebagai gunung tertinggi dan dianggap sebagai ‘pusat bumi’. Di kaki gunung Agung terdapat Pura Besakih. Selain perayaan dan upacara tahunan yang diatur oleh kalender keagamaan, di Pura ini juga digelar upacara untuk penyucian alam semesta yang disebut Eka Dasa Rudra, setiap 100 tahun sekali.

Kosmologi dan simbolisasi gunung dalam arsitektur Bali dapat dilihat pada bentuk dan struktur arsitektur Candi atau karakteristik gerbang yang dibuat menyerupai menara ada yang berlekuk menyerupai dua bagian piramida yang terpisah dan menggambarkan dua bagian gunung, satu bagian gunung Agung dan lainnya perwujudan gunung Batur.


“Gapura Pura Besakih”. Foto oleh Xeviro

Simbol umum lainnya adalah meru; puluhan bahkan ratusan bangunan yang seperti pagoda itu berdiri di tempat-tempat suci, dan di pelataran candi. Banguan didirikan pada lapisan batu yang memiliki serangkaian bentuk atap menyerupai tumpang piramida itu ditutup oleh daun palem hitam. Jumlah sebelas, jumlah yang ditetapkan atas dasar keyakinan terkait dengan tatanan alam semesta.

Keyakinan, upacara, dan perayaan telah membimbing kehidupan orang Bali dari sejak dilahirkan hingga membentuk paduan yang mencerminkan karakter budaya masyarakatnya. Peraturan agama tidak hanya mengikat bentuk candi dan pura, tapi juga mengatur tata ruang desa, struktur rumah, dan sederet hak dan tanggung jawab dalam kehidupan mereka di Bumi ini; dari makan sampai menjelang tidur, dari berjalan hingga bertutur.

Kehidupan Sosial dan Budaya

Desa merupakan jenis pemukiman utama di Bali. Setiap Desa dihuni oleh 200 sampai beberapa ribu orang. Di sekitar lapangan tengah desa terdapat kuren, kumpulan rumah keluarga yang dibatasi oleh dinding-dinding tinggi. Setiap kuren dihuni beberapa keluarga yang bersembahyang, memasak, dan makan bersama. Lapangan tengah desa merupakan tempat berkumpul penduduk desa yang menggunakannya untuk kegiatan budaya, pertemuan, sosialisasi, dan sebagainya.

Masyarakat Bali dikelompokkan dalam dua macam, Yang pertama—wangsa—didasarkan atas keturunan, yakni setiap orang dilahirkan sebagai kaum ningrat atau sudra (juga dikenal sebagai jaba,yang secara harfiah berarti orang luas istana). Kaum ningrat, berikutnya dibagi menjadi tiga kasta, yaitu pendeta-pendeta (brahmana) bangsawan-bangsawan yang berkuasa (satriya), dan prajurit-prajurit (wesya). Sebagian besar penduduk bali adalah sudra.


“Perempuan Bali Bergotong Royong”. Foto oleh Yves Picq

Penanda sosial kedua didasarkan atas tempat tinggal seseorang dengan sistem banjar yang merupakan tulang punggung tatanan ini. Di setiap desa mungkin terdapat lebih dari satu banjar, setiapbanjar meliputi anggota sekitar lingkungan desa. Sistem ini berpusat pada pria dan setiap pria Bali diwajibkan menjadi anggota suatu banjar, sedang wanitanya dilarang. Di dalam setiap banjar, seorang anggota dipilih sebagai ketua dan mendapat setidaknya beberapa hak istimewa seperti memperoleh tambahan nasi sewaktu perayaan tertentu. Sebenarnya, banjar berperan seperti koperasi, lengkap dengan dana bersama, dan bahkan kepemilikan sawah bersama.

Meskipun bergelut dengan hantaman globalisasi dan derasnya informasi, kebudayaan khas yang telah lama mengakar pada masarakat Bali tetap kokoh sebagai ciri khas mereka. Mungkin perubahan terjadi, tapi mereka sepertinya bisa menyelaraskannya kembali, beberapa ciri dan cara orang Bali dalam kehidupan sosial dan Budayanya sebagai berikut:

Jatakarma Samskara (Upacara Kelahiran). Berbagai persiapan harus dilakukan untuk menyambut kelahiran seorang bayi, bahkan persiapan dimulai dari jauh waktu sejak bayi masih dalam kandungan ibu. Serangkaian larangan bagi ibu yang sedang hamil misalnya: tidak boleh memakan makanan berasal dari hewan; tidak diperbolehkan memakan daging kerbau atau babi; jangan melihat darah atau orang yang terluka; tidak boleh melihat orang yang meninggal; dianjurkan untuk diam di rumah dengan upacara penyucian agar kelahiran bayi nantinya berjalan normal.

Bapak dari sang bayi harus dapat menghadiri kelahiran sang bayi dan menemani sang istri. Ketika sang bayi lahir, dulu, saat bayi lahir, sang bapak lah yang harus memotong ari-arinya dengan menggunakan pisau bambu. Ari-ari itu lalu disimpan dan nanti harus dilingkarkan di leher sang bayi. Pada hari ke-21 setelah kelahiran, sang bayi akan dipakaikan pakaian, seperti; gelang dari perak atau emas sesuai dengan kemampuan dan adat yang ada.


“Ritual Potong Gigi” Foto oleh Abdes Prestaka

Mepandes (Upacara Potong Gigi). Upacara pada masa transisi dari anak-anak menuju masa selanjutnya yang dijalankan oleh masyarakat Bali adalah upacara potong gigi atau mepandes, yaitu mengikir dan meratakan gigi bagian atas yang berbentuk taring. Tujuannya adalah untuk mengurangi sifat jahat atau buruk (sad ripu). Mepandes dilaksanakan oleh seorang sangging sebagai pelaksana langsung dengan ditemani seorang Pandita (Pinandita).

Pawiwahan (Upacara Perkawinan). Upacara transisi lainnya adalah pernikahan atau Pawiwahan. Pawiwahanbagi orang Bali adalah persaksian di hadapan Sang Hyang Widi dan juga kepada masyarakat bahwa kedua orang yang yang akan menikah (mempelai) telah mengikatkan diri sebagai suami-istri.

Dalam pelaksanaan pernikahan ini, akan terlebih dahulu dipilih hari yang baik, sesuai dengan persyaratannya, ala-ayuning. Orang bali punya cara sendiri dalam menghitung hari dan tanggal baik sesuai dengan pertanggalan mereka, umumnya hari dan waktu yang baik ini dihitung oleh seorang ahli yang sangat mengerti perhitungan waktu dalam sistem penanggalan Bali. Hampir semua masyarakat masih mengenal sistem penanggalan Bali karena mereka dalam kesehariannya masih menggunakan kalender Bali.

Tempat melaksanakan pernikahan dapat dilakukan di rumah mempelai perempuan atau laik-laki sesuai dengan hukum adat setempat–desa, kala, patra)–yang Pelaksanaannya dipimpin oleh seorang Pendeta (Pinandita), Wasi dan atau Pemangku.

Ngaben (Upacara Kematian). Ngaben adalah upacara kematian pada masayarakat Bali yang dilakukan dengan cara kremasi. Ngaben merupakan rangkaian akhir dari roda kehidupan manusia di Bumi. Menurut ajaran Hindu, roh itu bersifat immortal (abadi), setelah bersemayam dalam jasad manusia, ketika manusia tersebut dinyatakan meninggal, roh akan be-reinkarnasi. Tapi sebelumnya, roh terlebih dahulu akan melewati sebuah fase di nirwana untuk disucikan; sesuai dengan catatan kehidupan selama di bumi (karma). Ngaben merupakan proses penyucian roh dari dosa-dosa yang telah lalu.

Oleh karena itu, orang Bali tidak menganggap kematian sebagai akhir dari segalanya, kematian merupakan bagian dari fase kehidupan yang baru. Seperti yang tercantum dalam Bhagavadgita, “akhir dari keidupan adalah kematian dan awal dari kematian adalah kehidupan”.

Seni dan Berkesenian


“Pahat Patung”. Foto oleh Jeffri Jaffar

Musik, Tarian, dan juga Patung adalah tiga bidang kesenian yang menjadi pusat konsentrasi eksplorasi kreativitas seni masyarakatnya. Bali merupakan tempat lahirnya salah satu ragam gamelan yang mengagumkan. Dalam budaya Bali, gamelan sangat penting untuk kegiatan budaya-sosial, dan keagamaan mereka. Saat ini sedikitnya ada 20 jeneis ansambel berbeda di Pulau Bali. Sebagian besar berkait erat dengan seni pertunjukan; yang lain untuk mengiringi upacara keagamaan dan adat.

Suara gamelan Bali berdengung di seantero Pulau Bali; di pura, di kota, desa, alun-alun, di pasar, istana hingga panggung-panggung pentas dunia. Gamelan ditemani oleh instrumen musik lainnya seperti: gong, c saron, eng-ceng, gambang, dll. Komposisi instrumen gamelan dapat berubah sesuai dengan wilayah dan jenis pertunjukan-pertunjukkan yang digelar.

Selain seni musik, tarian-tarian khas Bali merupakan seni pertunjukkan yang menarik perhatian. Tari Bali tidak selalu memiliki alur. Tujuan utama penari adalah melakukan setiap tahap gerak dengan ungkapan penuh. Keindahannya terutama terletak pada dampak visual dan kinestesis gerak yang mujarad dan digayakan. Beberapa contoh terbaik dari tarian mujarad atau abstrak ini adalah Tari Pendet, Tari Gabor, Tari Baris, Tari Sanghyang, dan Tari legong.

Di Bali terdapat berbagai jenis tarian dengan fungsi yang berbeda-beda misalnya untuk upacara-upacara keagamaan, menyambut tamu, pertunjukkan drama atau musikal, dan masih banyak lagi. Tari Pendet, Gabor, Baris, dan Sanghyang berperan penting dalam kegiatan keagamaan dan digolongkan jenis tarian suci (wali) atau tarian upacara, sedangkan Legong ditarikan dalam acara yang tidak memiliki kaitannya dengan keagamaan. Tari-tari ini diiringi gamelan pelog–gamelan gong kebyar– dengan berbagai gubahan dan sususan anda.


“Tari Legong”. Foto oleh Crisco

Tari Pendet dan Tari Gabor merupakan tarian selamat datang, ungkapan kegembiraan, kebahagiaan, dan rasa syukur melalui gerak indah dan lembut. Tarian ini dilakukan oleh sepasang atau sekelompok penari. Paa masa lalu, kedua tari ini meupakan tarian yang digelar di pura untuk menyambut dan memuja dewa-dewi yang berdiam di pura selama upacara odalan.

Tari Legong kerap dianggap sebagai lambang keindahan Bali. Ciri khas tarian ini adalah penarinya membawa kipas. Keindahan tarian Legongi terletak pada hubungan selaras antara penari dan gamelan.

Gamelan yang mengiringi tari Legong adalah Gamelan Semar Pagulingan. Beberapa Lakon yang biasa dipentaskan dalam Legong bersumber pada cerita rakyat milsanya cerita Malat yang mengkisahkan Prabu Lasem, cerita Kuntir dan Jobog yang mengkisahkan Subali Sugriwa, kisah Brahma Wisnu tatkala mencari ujung dan pangkal Lingganya Siwa, dan lain sebagainya.

Selain tari Tari Pendet, Tari Gabor, Tari Baris, Tari Sanghyang, dan Tari legong, tarian lainnya yang tak kalah terkenal adalah tari Kecak, juga tari Jauk.

Jawaban dan Tantangan


Kekayaan dan keindahan budaya Bali, telah diwariskan dengan cukup baik dan dilestarikan oleh para generasi penerusnya. Hal ini tentu saja menjadi jawaban yang luar biasa bagi daerah lainnya di Indonesia. Mensinergikan kehidupan modern tanpa menyisihkan kearifan lokal yang menjadi jati diri bangsa.

Hal lainnya yang dapat menjadi jawaban dari Bali adalah visi mereka yang menginspirasi setiap jiwa untuk mencintai dan memuliakan budaya sendiri tanpa harus malu. Kreativitas manusia Bali dalam berbagai bidang seperti: teknik membuat patung, tarian, arsitektur, musik dan berbagai ekspresi kesenian lainnya, dengan percaya diri mereka perlihatkan ke hadapan dunia.

Meski pariwisata menjanjikan sebagai pendorong ekonomi, namun dalam beberapa dasawarsa terakhir perlahan namun pasti telah menimbulkan beberapa masalah, terutama berupa penurunan lingkungan, pengikisan tradisi, inflasi, serta peningkatan kejahatan. Bali bahkan menjadi pintu gerbang bagi hal-hal yang “berbahaya”. Ini adalah tantangan bali, baik sekarang maupun di masa depan.



Tentang Migrasi


MIGRASI



Migrasi Penduduk

Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas pendudukadalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk ada yang bersifat nonpermanen (sementara) misalnya turisme baik nasional maupun internasional, dan ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap). Mobilitas penduduk permanen disebut migrasi. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan melewati batas negara atau batas administrasi dengan tujuan untuk menetap.

1. Jenis-jenis Migrasi
Migrasi dapat terjadi di dalam satu negara maupun antarnegara. Berdasarkan hal tersebut, migrasi dapat dibagi atas dua golongan yaitu :

Migrasi Internasional, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lainnya.

Migrasi internasional dapat dibedakan atas tiga macam yaitu :


Imigrasi, yaitu masuknya penduduk dari suatu negara ke negara lain dengan tujuan menetap. Orang yang melakukan imigrasi disebut imigran
Emigrasi, yaitu keluarnya penduduk dari suatu negara ke negara lain. Orang yang melakukan emigrasi disebut emigrant
Remigrasi atau repatriasi, yaitu kembalinya imigran ke negara asalnya

Migrasi Nasional atau Internal, yaitu perpindahan penduduk di dalam satu negara. Migrasi nasional /internal terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :

Urbanisasi, yaitu perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan menetap. Terjadinya urbanisasi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut :
1. Ingin mencari pekerjaan, karena di kota lebih banyak lapangan kerja dan upahnya tinggi
2. Ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
3. Ingin mencari pengalaman di kota
4. Ingin lebih banyak mendapatkan hiburan dan sebagainya

Transmigrasi, yaitu perpindahan penduduk dari pulau yang padat penduduk ke pulau yang jarang penduduknya di dalam wilayah republik Indonesia. Transmigrasi pertama kali dilakukan di Indonesia pada tahun 1905 oleh pemerintah Belanda yang dikenal dengan nama kolonisasi.
Berdasarkan pelaksanaannya, transmigrasi di Indonesia dapat dibedakan atas :
Transmigrasi Umum, yaitu transmigrasi yang dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah
Transmigrasi Khusus, yaitu transmigrasi yang dilaksanakan degan tujuan tertentu, seperti penduduk yang terkena bencana alam dan daerah yang terkena pembangunan proyek
Transmigrasi Spontan (swakarsa), yaitu transmigrasi yang dilakukan oleh seseorang atas kemauan dan biaya sendiri
Transmigrasi Lokal, yaitu transmigrasi dari suatu daerah ke daerah yang lain dalam propinsi atau pulau yang sama
Ruralisasi, yaitu perpindahan penduduk dari kota ke desa dengan tujuan menetap. Ruralisasi merupakan kebalikan dari urbanisasi.
Selain jenis migrasi yang disebutkan di atas, terdapat jenis migrasi yang disebut evakuasi. Evakuasi adalah perpindahan penduduk yang yang terjadi karena adanya ancaman akibat bahaya perang, bencana alam dan sebagainya. Evakuasi dapat bersifat nasional maupun internasional.
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Migrasi
Secara umum factor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi adalah sebagai berikut :
Faktor ekonomi, yaitu ingin mencari kehidupan yang lebih baik di tempat yang baru
Faktor keselamatan, yaitu ingin menyelamatkan diri dari bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi, banjir, gunung meletus dan bencana alam lainnya
Faktor keamanan, yaitu migrasi yang terjadi akibat adanya gangguan keamanan seperti peperangan, dan konflik antar kelompok
Faktor politik, yaitu migrasi yang terjadi oleh adanya perbedaan politik di antara warga masyarakat seperti RRC dan Uni Soviet (Rusia) yang berfaham komunis
Faktor agama, yaitu migrasi yang terjadi karena perbedaan agama, misalnya terjadi antara Pakistan dan India setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris
Faktor kepentingan pembangunan, yaitu migrasi yang terjadi karena daerahnya terkena proyek pembangunan seperti pembangunan bendungan untuk irigasi dan PLTA
Faktor pendidikan, yaitu migrasi yang terjadi karena ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi

Dampak Migrasi Penduduk

Migrasi penduduk baik internal atau nasional maupun eksternal atau internasional masing-masing memiliki dampak positif dan negatif terhadap daerah asal maupun daerah tujuan.
a. Dampak Positif Migrasi Internasional antara lain :
Dampak Positif Imigrasi
1. Dapat membantu memenuhi kekurangan tenaga ahli

2. Adanya penanaman modal asing yang dapat mempercepat pembangunan

3. Adanya pengenalan ilmu dan teknologi dapat mempercepat alih teknologi

4. Dapat menambah rasa solidaritas antarbangsa

Dampak Positif Emigrasi

1. Dapat menambah devisa bagi negara terutama dari penukaran mata uang asing

2. Dapat mengurangi ketergantungan tenaga ahli dari luar negeri, terutama orang yang belajar ke luar negeri dan kembali ke negara asalnya

3. Dapat memeperkenalkan kebudayaan ke bangsa lain

b. Dampak Positif Migrasi Nasional antara lain :

Dampak Positif Transmigrasi

1. Dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama transmigran

2. Dapat memenuhi kekurangan tenaga kerja di daerah tujuan transmigrasi

3. Dapat mengurangi pengangguran bagi daerah yang padat penduduknya

4. Dapat meningkatkan produksi pertanian seperti perluasan perkebunan kelapa sawit, karet, coklat dan lain-lain

5. Dapat mempercepat pemerataan persebaran penduduk


Dampak Positif Urbanisasi

1. Dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja di kota

2. Mengurangi jumlah pengangguran di desa

3. Meningkatkan taraf hidup penduduk desa

4. Kesempatan membuka usaha-usaha baru di kota semakin luas

5. Perekonomian di kota semakin berkembang

Dampak Negatif Migrasi Internasional antara lain :


Dampak Negatif Imigrasi

1. Masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa

2. Imigran yang masuk adakalanya di antara mereka memiliki tujuan yang kurang baik seperti

3. pengedar narkoba, bertujuan politik, dan lain-lain.


Dampak Negatif Emigrasi

1. Kekurangan tenaga terampil dan ahli bagi negara yang ditinggalkan

2. Emigran tidak resmi dapat memperburuk citra negaranya.

d. Dampak Negatif Migrasi Nasional antara lain :


Dampak Negatif Transmigrasi

Adanya kecemburuan sosial antara masyarakat setempat dengan para transmigran
Terbengkalainya tanah pertanian di daerah trasmigrasi karena transmigran tidak betah dan kembali ke daerah asalnya.

Dampak Negatif Urbanisasi

1. Berkurangnya tenaga terampil dan terdidik di desa

2. Produktivitas pertanian di desa menurun

3. Meningkatnya tindak kriminalitas di kota

4. Meningkatnya pengangguran di kota

5. Timbulnya pemukiman kumuh akibat sulitnya mencari perumahan

6. Lalu lintas di kota sangat padat, sehingga sering menimbulkan kemacetan lalu lintas.

Senin, 16 November 2015

TUGAS ISD SOFTSKILL


INDIVIDU KELUAGA DAN MASYARAKAT

PERTUMBUHAN INDIVIDU
A.      PENGERTIAN INDIVIDU
“individu” berasal dari kata latin, “individuum” artinya “yang tak terbagi”. Individu merupakan suatu sebutan yang dapat dipaka untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Individu bukan berart manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan. Setiap individu corak sifat dan tabiat yang berbeda.
Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribaian serta pola tingkah laku spesifik lainnya. Hasil pengamatan manusia dengan segala maknanya merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan yang mempunyai tiga aspek melekat pada dirinya, yaitu aspek organik jasmaniah, aspek psikis-rohaniah, dan aspek-sosial kebersamaan. Ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi, keguncangan pada suatu aspek akan membawa akibat pada aspek lainnya.
Proses yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seseorang sampai pada dirinya sendiri, disebut proses individualisasi atau aktualisasi diri. Konflik mungkin terjadi karena pola tingkah laku spesifik dirinya bertentangan dengan peranan yang dituntut oleh masyarakat sekitarnya.
Individu dalam bertingkah laku menurut pola pribadinya ada tiga kemungkinan: menyimpang dari norma kolektif kehilangan indvidualitasnya atau takluk terhadap kolektif, dan mempengaruhi masyarakat setiap adanya tokoh pahlawan atau pengacau.

B.      PENGERTIAN PERTUMBUHAN
Pertumbuhan merupakan suatu perubahan yang menuju ke arah yang lebih maju dan lebih dewasa, perubahan ini dsebut juga dengan proses. Timbul beberapa pendapat mengenai pertumbuhan dari berbagai aliran, yaitu:
1.       Aliran Asosiasi
Pertumbuhan pada dasarnya adalah proses asosiasi. Pengertian tentang proses asosiasi yaitu terjadinya perubahan pada seseorag secara tahap dei tahap karena pengaruh baik dari pengalaman atau empiri luar melalui panca indra yang menimbulkan sensations maupun pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri yang menumbulkan reflextions.
        Kedua macam kesan (sensation dan reflections) merupakan pengertian yang sederhana yang kemudian dengan proses asosiasi membentuk pengertian yang lebih kompleks.
2.       Aliran Psikologis Gestalt
Pertumbuhan adalah proses diferensasi. Dalam proses ini yang menjadi hal pokok adalah keseluruhan, sedang bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain. Kesimpulannya pertumbuhan itu adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal suatu yang semula mengenal suatu secara keseluruhan baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
Kemudian kita mengenal konsepsi aliran sosiologi dimana ahli dari pengikut aliran ini menganggap bahwa pertumbuhan itu adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat mula-mula yang asosial atau juga sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.

C.      FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN
Dalam pertumbuhan itu ada bermacam-macam aliran, namun pada garis besarnya dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu:
1.       Pendirian Nativistik
Menurut para ahli dari golongan ini berendapat, bahwa pertumbuhan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir.
Para ahli dari golongan ini mennjukkan berbagai kesempatan atau kemiripan antara orang tua dengan anaknya. Misalnya seorang ayah memiliki keahlian dibidang seni lukis maka kemungkinan besar anaknya juga menjadi pelukis. Tetapi hal ini akan menimbulkan keragu-raguan apakah kesamaan antara orang tua dan anaknya benar-benar disebabkan oleh pembawaan sejak lahir ataukan mungkin karena adanya fasilitas-fasilitas atau hal-hal lain yang dapat memberikan dorongan kearah kemajuannya.
2.       Pendirian Emperistik dan Environmentalistik
Pendirian ini berlawanan dengan pendapat nativistik. Para ahli berpendapat, bahwa pertumbuhan individu semata-mata tergantung pada lingkungan sedang dasar tdak berperan sama sekali.
Jadi menurut pendirian ini menolak dasar dalam pertumbuhan individu dan lebih menekankan pada lingkungan dan konsekuensinya hanya lingkunganlah yang banyak dibicarakan. Pendirian semacam ini biasa disebut pendirian yang environmentalistik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendirian ini pada hakikatnya adalah kelanjutan dari paham emperisme.
Apabila konsepsi ini dapat tahan uji (benar) akan dihasilkan menusia-manusia ideal asalkan dapat disediakan kondisi yang dibutuhkan untuk usaha itu. Tetapi dalam kenyataan sering dijumoa lain, banyak diantara anak-anak orang kaya atau orang pendai mengecewakan orang tuanya, karena tidak berhasil dalam belajar, walaupun fasilitas yang diperlukan telah tersedia secara lengkap  dan sebaliknya ada anak-anak dari orang tua yang kurang mampu sangat berhasil dalam belaja, walaupun fasilitas belajar yang dimiliki sangat minimal, jauh dari mencukupi.
Menurut paham ini didalam pertumbuhan individu itu baik dasar maupun lingkungan keduanya memegang peranan penting. Bakat atau dasar sebagai kemungkinan ada pada masing-masing individu namun bakat dan dasar yang dipunyai itu perlu diselaraskan dengan lingkungan yang dapat tumbuh dengan baik.  Misalnya pada anak yang normal memiliki dasar atau bakat untuk berdiri tegak diatas kedua kaki, bila anak ini diasuh dalam lingkungan masyarakat manusia. Tetapi apabila anak yang normal ini kebetulan terlantar disebuah hutan kemudian diasuh oleh serigala sudah  tentu anak itu tidak dapat berdiri tegak pada kedua kakinya dan dia akan merangkak seperti serigala yang mengasuhnya.
Disamping harus adanya dasar, juga oerlu dipertimbangkan masalah kematangan (readiness), misalnya anak yang normal berusia enam bulan, walaupun anak tersebut hidup diantara manusia-manusia lain ada kemungkinan juga anak itu tak akan dapat berjalan karena belum matang untuk melakukan hal itu.
3.       Pendirian Konvergensi dan Interaksionisme
Kebanyakan para ahli mengakui pendirian konvergensi dengan modifikasi seperlunya. Suatu modifikasi yang terkenal yang sering dianggap sebagai perkembangan lebih jauh konsepsi konvergensi ialah konsepsi interaksionisme yang berpandangan dinamis yang menyatakan bahwa interaksi dasar dan lingkungan dapat menentukan pertumbuhan individu. Nampak lain dengan konsepsi konvergensi yang berpandangan statis yaitu menganggap pertumbuhan individu itu ditentukan oleh dasar (bakat) dan lingkungan.
4.       Tahap Pertumbuhan Individu berdasar Psikologi
Pertumbuhan individu sejak lehir sampai masa dewasa atau masa kematangan itu melalui beberapa fase sebagai berikut:
a.       Masa vital yaitu dari 0,0 sampai kira-kira 2,0 tahun.
b.      Masa estetik dari umur kira-kira 2,0 tahun sampai kra-kira 7,0 tahun.
c.       Masa intelektual dari kira-kira umur 7,0 tahun sampai kira-kira umur 13,0 tahun atau 14,0 tahun.
d.      Masa sosial, kira-kira umur 13,0 tahun atau 14,0 tahun sampai kira-kira umur 20,0 tahun atau 21,0 tahun.

a.       Masa Vital
Pada masa vital ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Menurut Freud tahun pertama dalam kehidupan individu itu sebagai masa oral, karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan ketidak-nikmatan.
Pendapat semacam ini mungkin beralasan kepada kenyataan, bahwa pada masa ini mulut memainkan peranan terpenting dalam kehidupan individu. Bahwa anak memasukkan apa saja yang dijumpai kedalam mulutnya itu tidak karena mulutnya merupakan sumber kenikmatan utama, melainkan karena pada waktu itu merupakan alat utama untuk melakukan eksplorasi dan belajar. Pada tahun kedua anak belajar berjalan, dan dengan berjalan itu anak mulai pula belajar menguasai ruang. Disamping itu terjadi pembiasaan tahu akan kebersihan. Melalui tahu akan kebersihan itu anak belajar mengontrol impuls-impuls yang datang dari dalam dirinya.
b.      Masa Estetik
Masa estetik ini dianggap sebagai masa pertumbuhan rasa keindahan. Sebenernya kata estetik diartikan bahwa masa ini pertumbuhan anak yang terutama adalah fungsi pancaindera. Dalam masa ini pula tampak unculnya gejala kenakalan yang umumnya terjadi anatara umur 3,0 tahun sampai umur 5,0 tahun. Anak sering menentang kata-kata kasar, dengan sengaja melanggar apa yang dilarang dan tidak meakukan apa yang seharusnya untuk dilakukan.
Adappun alasan anak berbut kenakalan dalam usia-usia tersebut adalah sebagai berikut:
Berkat pertumbuhan bahasanya yang merupakan modal utama bagi anak dalam maenghadapi dunianya maka sampailah anak pada penyadaran “aku”nya atau tahap menemukan “aku”nya yaitu suatu tahap ketika anak menemukan dirinya sebagai subyek.
Kalau pada masa-masa sebelumnya anak masih merasa satu dengan dunianya belum mampu mengadakan pemisahan secara sadara antara dirinya sendiri sebagai subyek dan yang lain sebagai obyek maka kemampuan itu kini dimilikinya. Berarti dia menyadari bahwa dirinya juga subyek seperti yang lain. Sebagai subyek dia mempunyai pula kebebasan untuk menolak sesuatu. Karena jarang menemukan kenyataan tersebut maka anak seakan-akan ingin mendapatkan pengalaman sebagai subyek yang bebas menentukan keinginannya itu.
Pada masa ini terjadi apa yang kita sebut demam menghendai, dan kehendak yang dimiliki tidak dapat ditahan-tahan, akan tetapi kalau dia telah memperolehnya maka dia tidak lagi memperdulikan, dan menghendaki benda yang lain dan seterusnya. Dalam hal ini kadang-kadang dia melanggar apa yang dilarang dan tidak mengerjakan hal yang diharuskan. Hal yang demikian itu dilakukannya bukan karna ingin mengalami dan ingin menyaksikan akibatnya. Lalu bagaimana sikap kita dalam menghadapi anak yang sedang mengalami masa kegoncangan ini yaitu yang paling bijaksana mengambil jalan tengah tidak terlalu menekan dan tidak terlalu menonjol.
c.       Masa Intelektual (masa keserasian bersekolah)
Setelah anak melewati masa kegoncangan yang pertama, maka proses sosialisasinya telah berlangsung dengan lebih efektif, sehingga menjadi matang untuk dididik daripada masa-masa sebelum dan sesudahnya.
Ada beberapa sifat khas pada anak-anak pada masa ini antara lain:
1.       Adanya korelasi posistif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah.
2.       Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan, permainan yang tradisional
3.       Adanya kecenderungan memuji didi sendiri
4.       Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu saol amka soal itu dianggap tidak penting.
5.       Senang membangdingkan-bandingkan dirinya dengan anak lain, bila hal itu menguntungkan, dalam hubungan ini ada kecenderungan untuk merehkan anak lain.
6.       Adanya minat kepada kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit.
7.       Amat realistik, ingin tahu, ingin belajar.
8.       Gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ada kecenderungan anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan tradisional, mereka membuat aturan-aturan sendiri, setelah anak memasuki masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar.
Masa keserasian bersekolah diakhiri dengan suat masa pueral. Masa ini demikian khasnya sehingga menarik perhatian, sifat-sifat khas anak-anak masa pueral itu dapat diringkas ke dalam dua hal yaitu :
1.       Ditujukan untuk berkuasa yang menimbulkan tngkah laku dan perbuatan yang ditujukan berkuasa ; apa yang diinginkan, yang dijadikan idam-idaman adalah sekuat, sejujur, semenang dan seterusnya.
2.       Tingkah laku ekstovers yaitu perbuatan yang berorientasi ke luar dirinya, yang dapat mendorong untuk menyaksikan keadaan-keadaan dunia diluar dirinya dan untuk mencari meraka dorongan bersaing besar sekali sehingga  dalam persaingan itulah anak-anak puer mendapatkan sosialisasi lebih lanjut. Dan nampak anak puer dapat melakukan ini dan itu (si tukang jual aksi) tetapi disamping itu tidak berani berbuat begini atau begitu (si pengecut) sehingga pada anak puer seringkali dijuluki si “tukang jual aksi”. Sementara juga dijuluki si “si pengecut”.
Suatu hal yang penting pada masa ini anak menerima otoritas orang tua dan guru  sebagai suatu hal yang wajar karena itu pada anak-anak ini mengharapkan adanya sikap yang obyektif dan adil pada pihak orang tua dan guru sebagai pemegang otoritas sehingga sikap pilih kasih akan mudah menimbulkan problem dikalangan mereka.
d.      Masa remaja
Masa remaja meruakan masa yang banyak menarik perhatian masyarakat karena mempunyai sifat-sifat khas yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakatnya. Karena manusia dewasa harus hidup dalam alam kultur dan harus dapat menempatkan dirinya diantara nilai-nilai (kultur) itu maka perlu mengenal dirinya sebagai pendukung maupun pelaksana nilai-nila. Untuk inilah maka ia harus mengarahkan dirinya agar dapat menemukan diri, meneliti sikap hidup yang lama dan mencoba-coba yang baru agar dapat menjadi pribadi yang dewasa. Pada dasarnya ini masih dirinci kedalam beberapa masa, yaitu :
1.       Masa pra remaja
Penggunaan isitilah pra remaja ini hanya untuk menunjukan satu masa yang mengikuti masa pueral yang berlangsung secra singkat. Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negatif sehingga disebut juga masa negatif.
Pada masa ini terdapat beberapa gejala yag dianggap sebagai gejala negatif misalnya tidak tenang, kurang suka bekerja, kurang suka bergerak, lekas lelah, kebutuhan untuk tidur besar, hati sering murung, pesimitik dan non sosial. Aau dapat dikatakan secara ringkasnya sifat-sifat negatif dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental. Negatif dalam sikap sosial baik dalam bentuk pasif maupun dalam bentuk apresif terhadap masyarakat.
Terjadinya gejala-gejala negatif itu pada umumnya berpangkal pada biologis yaitu mulai bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin, yang dapat membawa perubahanperubahan cepat dalam diri si remaja yang sering kali perubahan-perubahan yang cepat ini belum mereka fahami sehingga dapat menimbulkan rasa ragu-ragu, kurang pasti dan bersifat malu.
2.       Masa Remaja
Sebagai gejala pada masa ini adalah merindu puja. Dala fase ini (masa negatif) untuk pertama kalinya remaja sadar akan kesepian yang tidak pernah dialaminya pada masa-masa sebelumnya.
Kesejukan didalam penderitaan yang nampaknya tidak ada orang yang dapat mengerti dan memahaminya dan menerangkannya. Sebagai reaksi pertama-tama terhadap gangguan ketenangan dan keamanan batinnya ialah protes terhadap sekitarnya yang dirasanya tiba-tiba bersikap menterlantarkan dan memusuhinya. Sebagai tingkah berikutnya ialah kebutuhan akan teman yang dapat memaham dan menolongnya serta yang dapat merasakan suka dan dukanya.
Disinilah mulai timbul dalam diri remaja itu dorongan untuk mencari pedoman hidup yaitu mencari sesuatu yang dapat dipandang bernilai, pantas dijujung tinggi, dan dipuja-puja. Pada masa ini mereka mengalami kegoncangan batin, sebab pada masa ini mereka sudah tidak mau memakai pedoman hidup kekanak-kanakan, tetapi juga belu mempunyai pedoman hidup baru.oleh karena itu si remaja merasa tidak tenang, banyak kontradiksi dalam dirinya, mengeritik karena merasa dirinya mampu, tetapi mereka ini juga masih mencari pertolongan karena belum dapat mewujudkan keinginannya.
Proses terbentuknya pendirian hidup atau cita-cita hidup itu dapat dipandang sebagai penemuan nilai-nilai hidup tersebut melewati tiga langkah, yaitu :
·         Karena tiadanya pedoman hingga mereka merindukan sesuatu yang dapat dianggap bernilai, pantas hidupnya. Pada taraf ini sesuatu yang dipuja itu belum mempunyai bentuk tertentu, sehingga seringkali mereka hanya tahu bahwa mereka itu menginginkan sesuatu, tetapi tidak tahu apa yang diinginkan itu.
·         Obyek pemujaan itu telah menjadi lebih jelas yaitu pribadi-pribadi yang dipandangnya mendukung nilai-nilai tertetu. Dala pemujaan terhadap orang-orang tertentu ini umumnya terdapt perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pada laki-laki sering nampak aktif sedang anak perempuan cenderung pasif, mengagumi dan memuja dalam khayal. Sehingga pada masa ini pulalah umumnya rasa kebangsaan tumbuh dengan subur.
·         Para remaja lebih dapat menghargai nilai-nilai lepas dari pendukungnya, niali dapat ditangkap dan dipahaminya sebagai ssuatu yang abstrak. Oleh karena itu pada saat ini para remaja mulai dapat menentukan pilihan atau pemikiran hidupnya.
Penentuan pilihan dan pemikiran hidup mengalami jatuh bangun, tidak dapat satu kali. Jadi karena mereka harus menguji nilai-nilai yang dipilihnya dalam kehidupan praktis dimasyarakat.
Setelah diketahui bahwa nilai nilai yang dipilihnya itu tahan uji, maka mereka pilihlah pendirian hidupnya. Pendirian tersebut tiap kali di modifikasi agar dapat mengikuti perubahan dan perkembangan masyarakat dalam lingkungan remaja ini berbeda. Setelah mereka dapat menemukan pendirian hidup dan telah terpenuhi tugas-tugas pertumbuhan masa remaja maka mereka telah mencapai masa remaja akhir dan mulailah inividu ini memasuki masa dewasa awal.
3.       Masa usia mahasiswa
Masa umur mahasiswa dapat digolongkan pemuda-pemuda yang berusia sekitar 18,0 tahun sampai 30,0 tahun. Meeka dapat dikelompokkan pada masa remaja akhir sampai dewasa awal atau dewasa madya.
Pada masa usia mahasiswa banyak operistiwa-peristiwa yang perlu diperhatikan, antara lain yaitu : bila dilihat dari segi pertumbuhan, tugas perkembangan pada mahasiswa ini adalah pemantapan pendirian hidup, yaitu pengujian lebih lanjut pendirian hidup serta penyiapan diri dengan keterampilan dan kemampuan-kemampuan yang digunakan untuk merealisasikan pendirian hidup yang telah dipilohnya. Mahasiswa ini termasuk kelompok khusus dalam masyarakat maka mereka mulai mempersiapkan diri untuk menerima tugas-tugas pimpinan dimasa mendatang. Oleh karena itu mereka mulai mempelajari berbagai aspek kehidupan. Sebagai remaja pimpinan dipelajari dan dipersiapkan selama usia mahasiswa ini, misalnya kebudayaan keluarga, kemampuan memimpin, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan menyesuaikan diri secara sosial.
Mahasiswa akan mengalami perubahan secara perlahan demi sikap hidup yang idealistik ke sikap hidup yang realistik. Dengan demikian keinginan-keinginan yang kurang realistik dalam dirinya dan realitas dalam lingkungannya telah terganti dengan yang lebih berdasar kepada realistis. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa dikalangan mahasiswa tidak ada idealisme, justu pada mahasiswa ini banyak terdapat idealisme tetapi idealisme yang realistik yaitu yang dapat diterapkan dalam tindakan.
Dengan uraian-uraian ini diharapkan adanya suatu pemahaman mengenai manusia sebagai individu. “manusia merupakan makhluk individual tidak hanya dalam arti makhluk keseluruhan jiwa raga, melainkan juga dalam arti bahwa tiap-tiap itu erupakan pribadi yang khas, menurut corak kepribadiaannya, termasuk kecakapannya sendiri.”
Individu tidak akan jelas identitasnya tanpa adanya suatu masyarakat yang menjadi latar keberadaannya. Karena dari sinilah kita akan baru bisa memahami seseorang individu seperti kata johnson.
        “.......person are what they are always in social context..... the solitary person is unreal, abstract, artifical, abnormal........”
Kehadiran individu dalam suatu masyarakat ditandai oleh perilaku individu yang berusaha menempatkan dirinya dihadapan individu-individu lainnya yang telah mempunyai pola-pola perilaku yang sesuai dengan norma-norma dan kebudayaan ditempat ia merupakan bagiannya. Disini individu akan berusaha mengambil jarak dan memproses dirinya untuk membentuk perilaku yang selaras dengan keadaan dan kebiasaan yang ada. Perilaku yang telah ada pada dirinya bisa adjustable, artinya ia bisa menyesuaikan diri. Namun ia bisa juga mengalami maladjustment, yaitu gagal menyesuaikan diri. Mengapa terjadi kegagalan? Kita bisa menelusuri kembali bentukan perilaku itu. Kepribadian mewujudkan perikelakuan manusia.
Manusia sebagai individu selalu berada di tengah-tengah kelompok individu yang sekaligus mematangkannya untuk menjadi pribadi. Proses dari individu untuk menjadi pribadi, tidak hanya didukung dan dihambat oleh drinya, tetapi juga didukung dan dihambat oleh kelompok sekitarnya.

B. FUNGSI KELUARGA
Keluarga ialah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini, dalam hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Tidaklah dapat dipungkiri, bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja. Banyak hal-hal mengenai kepribadaian yang dapat dirunut dari keluarga, yang pada saat-saat sekarang ini sering silupakan orang. Perkembangan intelektual akan kesadaran lingkungan seorang individu seringkali dilepaskan dan bahkan dipisahkan dengan masalah keluarga. Hal-hal semacam inilah yang sering menimbulkan masalah-masalah sosial, karena kehilangan pijakan. Keluarga sudah seringkali terlihat kehilangan peranannya.oleh karena itu adalah bijaksanalah jika dilihat dan dikembalikan peranan keluarga dan proporsi yang sebenarnya dengan skala prioritas yang pas. Keluarga, pada umumnya, diketahui terdiri dari seorang individu (suami) individu lainnya (istri) yang selalu berusaha menjaga rasa aman dan ketentraman ketika menghadapisegala suka duka hidup dalam eratnya arti ikatan luhur hidup bersama.
Keluarga biasanya terdiri dari suami, isteri dan anak-anaknya. anak anak inilah yang nantinya berkembang dan mulai bisa melihat dan mengenal arti diri sendiri dan kemudian belajar melalui pengenalan itu. Apa yang dilihatnya, pada akhirnya akan memberinya suatu pengalaman individual. Dari sinilah mulai dikenal sebagai individu. Individu ini pada tahap selanjutnya mulai merasakan bahwa telah ada individu-individu lainnya yang berhubungan secara fungsional. Individu-individu tersebut adalah keluarganya yang memelihara cara pandang dan cara menghadapi masalah-masalahnya, membinanya dengan cara menelusuri dan meramalkan hari esoknya, mempersiapkan pendidikan, keterampilan dan bidipekertinya. Akhirnya keluarga menjadi semacam model untuk mengidentifikasikan sebagai keluarga yang broken home, moderate dan keluarga sukses.
Keluarga sebagai kelompok pertama yang dikenal individu sangat berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan individu sebelum maupun sesudah terjun langsung secara individual di masyarakat.
a.       Pengertian fungsi keluarga
Dalam kehidupan keluarga sering kita jumpai adanya pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan. Suatu oekerjaan atau tugas yang harus dilakukan itu biasa disebut dengan fungsi. Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan-pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan didalam atau oleh keluarga itu.
b.      Macam-macam fungsi keluarga
Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh keluarga itu dapat digolongkan kedalam beberapa fungsi, yaitu:
·         Fungsi biologis
·         Fungsi pemeliharaan
·         Fungsi ekonomi
·         Fungsi keagamaan
·         Fungsi sosial


·         Fungsi biologis
                Dengan fungsi ini diharapkan agar keluarga dapat menyelenggarakan persiapan-persiapan perkawinan bagi anak-anaknya. karena dengan perkawinan akan terjadi proses kelangsungan keturunan. Dan setiap manusia pada hakikatnya terdapat semaca, tuntutan biologi bagi kelangsungan hidup keturunannya, melalui perkawinan.
Persiapan perkawinan yang perlu dilakukan oleh orang tua bagi anak-anaknya dapat berbentuk antara lain pengetahuan tentang kehidupan sex bagi suami isteri, pengetahuan untuk mengatur rumah tangga bagi isteri, tugas dan kewajiban bagi suami, memelihara pendidikan bagi anak anak dan lain-lain. Persiapan ini dilakukan sejak anak menginjak kedewasaan. Sehingga tepat pada waktunya ia sudah matang menerima keadaan baru dalam mengatungi hidup rumah tangganya.
Dengan persiapan yang cukuo matang ini dapat mewujudkan suatu bentuk kehidupan rumah tangga yang baik dan harmonis. Kebaikan rumah tangga ini dapat membawa pengaruh yang baik pula dalam kehidupan bermasyarakat.
·         Fungsi pemeliharaan
Keluarga diwajibkan untuk berusaha agar setiap anggotanya dapat dapat terlindungi dari gangguan-gangguan sebagai berikut:
1.       Gangguan udara dengan berusaha menyediakan rumah
2.       Gangguan penyakit dengan berusaha menyediakan obat obatan.
3.       Gangguan bahaya dengan berusaha menyediakan pagar tembok dan lainlain
Bila dalam keluarga fungsi ini telah dijalankan dengan sebaik-baiknya sudah barang tertentu akan membantu terpeliharanya keamanan dalam masyarakat pula. Sehingga terwujudsuatu masyarakat yang telepas/terhindar dari segala gangguan apapun yang terjadi.
·         Keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan manusia yang pokok yaitu:
1.       Kebutuhan makan dan minum
2.       Kebutuhan pakaian untuk menutupi tubuhnya
3.       Kebutuhan tempat tinggal
Berhubung dengan fungsi penyelenggaraan kebutuhan pokok ini maka orng tua mewajibkan untuk berusaha keras agar setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakaian serta tempat tinggal.
Sehubungan dengan fungsi ini keluarga juga berusaha melengkapi kebutuhan jasmani dimana keluarga (orang tua) diwajibkan berusaha agar anggotanya mendapat perlengkapan hidup yang bersifat jasmaniah baik yang bersfat umum maupun yang bersifat individual. Perlengkapan jasmaniah keluarga yang sifatnya umum misalnya meja, kursi, tempat tidur, lampu dan lain-lain. Sedangkan perlengkapan jasmaniah yang bersifat bersifat individual misalnya alat-alat sekolah, pakaian, perhiasan dan lain-lain
Juga dapat termasuk kedalam golongan perlengkapan jasmani adalah permainan anak. Permainan anak ini memiliki nilai bagi anak-anak untuk mengembangkan daya cipta disamping sebagai alat-alat rekreasi anak.
·         Fungsi keagamaan
Dinegara indonesia yang berideologi pancasila berkewajiban pada setiap warganya (rakyat) untuk menghayati, mendalami dan mengamalkan pancasila didala perilaku dan kehidupan keluarganya sehingga benar-benar dapat diamalkan P4 ini dalam kehidupan keluarga yang pancasila.
Dengan dasar pedoman ini keluarga diwajibkan untuk menjalani dan mendalami serta mengamalkan ajaran-ajaran agama dalam pelakunya sebagai manusia yang taqwa kepada Tuhan yang maha esa. Dengan demikian akan tercermin bentuk masyarakat yang Pancasila semua keluarga melaksanakan P4 dan fungsi keluarga ini.
·         Fungsi sosial
Dengan fungsi ini keluarga berusaha untuk mempersiapkan anak-anaknya bekal selengkapnya dengan memperkenalkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan-peranan yang diharapkan akan merek jalnkan kelak bila sudah dewasa. Dengan demikian terjadi apa yang disebut dengan istilah sosialisasi.
Dengan fungsi ini diharapkan agar didalam keluarga selalu terjadi pewarisan kebudayaan atau nilai-nilai kebudayaan. Kebudayaan yang diwariskan itu adalah kebudayaan yang telah dimiliki oleh generasi tua yaitu ayah dan ibu, diwariskan kepada anak anaknya dalam bentuk antara lain sopan santun, bahasa, cara bertingkah laku, ukuran tentang baik buruknya perbuatan dan lain-lain.
Dengan melalui nasihat dan larangan, orang tua menyampaikan norma-norma hidup tertentu dalam bertingkah laku.
Dalam buku ilmu sosial dasar karangan Drs. Soewaryo Wangsanegara dikatakkan bahwa fungsi-fungsi keluarga meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a.       Pembentukan kepribadian, dalam lingkungan keluarga, para orang tua meletakkan dasar-dasar kepribadian kepada anak-anaknya, dengan tujuan untuk memprduksikan serta melestarikan kepribadian mereka dengan anak cucu dan dengan keturunannya. Mulai sejak anak-anak bertatih-tatih belajar berjalan sampai dengan usia sekolah dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab, lingkungan keluarga yang bertitiktitik sentral pada ayah dan ibu secara intensif membentuk sikap dan kepribadian anak-anaknya.
Contoh : pada keluarga suku jawa atau suku sunda, seoarang anak yang menerima sesuatu pemberian dari orang tua atau kerabat-kerabat keluarga, harus menerima dengan tangan kanan. Bila anak menerima dengan tangan kiri, pemberian itu ditarik surut dan baru setelah anak menerima dengan tangan kanan pemberian itu benar-benar diberikan. Tindakan semacam ini merupakan suatu proses mendidik dan membentuk kepribadian dengan penuh kesadaran dan berencana. Secara bertahap anak-anak juga diajari dan diberi  pengertian mendasar, bagaimana harus bersopan santun, bertingkah laku serta bertutur kata yang baik dan tept terhadap teman-teman sebaya, orang tua,dan kepada mereka yang patut dihormati. Apa bila terjadi penyimpangan-penyimpangan yang telah digariskan, orang tua akan langsung menegur dan spontan memberitahu anaknya bahwa hal-hal yang menyimpang dari tata cara yang telah digariskan adalah tidak benar, tidak sopan.
                Demikianlah lingkungan keluarga, khususnya orang tua membentuk kepribadian anak-anaknya secara sadar dan terencana sesuai dengan kepribadian suku jawa atau suku sunda khususnya. Dan sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia pada umumnya. Pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial dalam lingkungan keluarga adalah suatu modal dasar dalam membentuk kepribadian seseorang, dan turut menentukan pula tingkah laku seseorang terhadap orang lain, dalam pergaulan di luar lingkungan keluarganya.
                                b) Erat kaitannya dengan butir a, keluarga juga berfungsi sebagai alat reproduksi kepribadian-kepribadian yang berakar dari etika, estetika, moral keagamaan, dan kebudayaan yang berkorelasi fungsional dengan struktur masyarakat tertentu.
Contoh : Dari keluarga seniman tari Bali, diwariskan ketrampilan seni patung atau seni tari Bali kepada anak keturunannya, trampil pula sebagai seniman patung atau sebagai seniman tari Bali, sebagai hasil reproduksi seni patung dan seni tari dalam lingkup keluarga tersebut.
                                Akan berlaku serupa proses reproduksi dari materi-materi kebudayaan dari keluarga lain dari berbagai suku bangsa di Republik Indonesia khususnya, dan masyarakat dunia pada umumnya.
                                c) Keluarga merupakan eksponen dari kebudayaan masyarakat, karena menempati posisi kunsi. Keluarga adalah sebagai jenjang dan perantara pertama dalam transmisi kebudayaan.
                                Pada kelompok masyarakat primitif, peranan keluarga adalah maha penting sebagai tranmisi kebudayaan, sekalipun pada masyarakat primitif, peranan keluarga sebagai penyaluran (transmisi) kebudayaan sudah tidak memadai lagi. Lembaga-lembaga nonformal ataupun formal seperti sekolah-sekolah adalah perantara-perantara dalam bentuk lain dalam transmisi kebudayaan. Semakin maju dan dinamis suatu kelompok masyarakat makin banyak memerlukan sekolah-sekolah. Sejalan dengan itu tranmisi kebudayaan. Sebaliknya fungsi keluarga sebagai lembaga transmisi kebudayaan secara relatif semakin mundur.
Contoh : Televisi sebagai produk teknolgi modern udah sedemikian besar berperan sebagai transmisi kebudayaan. Bahkan menurut Margaret Mead (antroplog dari Amerka Serikat) menyatakan bahwa peranan televisi sebagai transmisi kebudayaan sudah melebihi peranan transmisi kebudayaan lainnya. (Mayor Polak, 1979: 108).
                                d) Keluarga berfungsi sebagai lembaga perkumpulan perekonomian. Dalam masyarakat primitif biasanya terdapat sistem  kekeluargaan yang sangat luas. Akan tetapi kehidupan perekonomian masih belum berkembang. Pada kelompok-kelompok masyarakat yang lebih kompleks tetapi belum masuk pada era masyarakat industri, perekonomian mereka sudah mulai berkembang. Namun begitu ikatan-ikatan kekeluargaan masih terjalin kuat dan sering mempengaruhi atau menguasai bidang perekonomian mereka. Contoh : Dalam lingkungan “keluarga besar” suku Batak Karo maupun Simalungun di Sumatera Utara, hutan atau kuta yang memegang hak ulayat atas penguasaan tanah pertanian yang dikuasai huta atau kuta dapat diolah anggota-anggota keluarga laki-laki. Mereka dapat menggarap tanah pertanian itu seperti tanah milik sendiri. Akan tetapi tidak dapat menjual tanpa persetujuan dari huta yang diputuskan dengan musyawarah adat. Dalam lingkungan suku Batak Karo dan Simalungun, ada perbedaan antara golongan keturunan dari para pendiri huta atau kuta disebut marga tanah memiliki tanah paling luas. Sedanngkan golongan yang memiliki tanah hanya cukup untuk hidup (Koetjaraningrat, 1979  101). Kendatipun demikian, tanah pertanian yang dimiliki setiap individu juga ada. Pada keluarga dimiliki seorang laki-laki atas pemberian orang tuanya, seera sesudah berumah tangga. Sebaliknya dalam masyarakat yang berindustrialisasi, perekonomiannya berkembang pesat. Perkembangan perekonomian itupun tidak mutlak sepenuhnya didukung oleh para pengelola dari sanak keluarga, namun cenderung dari ikatan-ikatan kekluargaan.
                                e) Keluarga berfungsi sebagai pust pengasuhan dan pendidikan anak-anak (baik anak laki-laki ataupun perempuan) dibangun balai pendidikan. Balai pendidikan akan dimiliki oleh “keluarga besar” (terdiri dari beberapa keuarga baih) atau juga dimiliki oleh keluarga batih. Dalam  masa pendidikan, anak laki-laki atau perempuan mempunyai tempat sendiri-sendiri, namun harus tetap tinggal  di balai pendidikan yang terpisah. Pelaksanaan pendidikan anak laki-laki ditangani oleh ayah atau paman dari pihak ayah. Untuk anak perempuan biasanya ditangani oleh bibi dari pihak ibu. Materi-materi pendidikan harus diketahui dan harus di kuasai oleh seorang anak laki-laki dalam masa pendidikan dan seterusnya hingga dewasa, misalnya : mambuat api, mene

bang pohon, membuat kapak, memperbaiki peralatan, termasut alat-alat berburu, menangkap ikan , berdagang bahkan pengetahuan mengenai seks juga harus diketahui dan dikuasai. (koentjaraningrat,et.al., 1963 : 228 ).

                                Pada umumnya, pendidikan diawali dengan pengetahuan kerohanian, antara lain tentang mitologi nenek moyang yang keramat. Lebih lanjut diajarkan pengetahuan ilmu-ilmu gaib berupa mantera-matera penolak bala, penolak sihir, dan mantera-mantera untuk melemahan musuh (Koentjraningrat,et.al., 1963 : 187).
                                Pengasuhan dan pendidikan anak-anak perempuan lebih dititikberakan kepada penguasaan tata cara kehidupan dalam rumah tangga. Selain iu diajarkan pula bagaimana bekerja mencari bekerja diladang.
                                Sistem pendidikan semacem ini berlaku dala lingkungan masyarakat suku pedalaman atau pesisir di Irian jaya, sebelum tahun 1960-an. Dalam peradaban modern dewas ini, sistem pendidikan yang berlangsung dibalai pendidikan(laki-laki atau perempuan) seperti itu sudah jarang didapat. Secara merata sistem pendidikan serupa itu telah diganti oleh sekolah-sekolah.  

C. INDIVIDU, KELUARGA dan MASYARAKAT
1) Pengertian Individu
Individu berasal dari kata latin, “individumm” yang artinya yang tak terbagi. Kata individu merupakan sebutan yang dapat untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas.
Kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai anusia perseorangan, demikian pendapat Dr.A.Lysen.
2) Pengertian Keluarga
Ada beberapa pandangan atau anggapan mengenai keluarga. Menurut Sigmun Freud keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa perkawinan itu menurut belia adalah berdasarkan libido sesksualis.dengan demikian keluarga merupakan manifestasi daripada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami istri.
Perlu kita ketahui bahwa kasus seksual memang harus dijuruskan dengan cara-cara yang ditrima oleh norma hidup. Namun hidup seksual itu tidak langgeng sebab seksuaitas manusia akan mati sebelum manusi aitu sendiri mati. Kehidupan seksual manusia itu berubah ubah dari masa ke masa, dari umur ke umur dari keadaan satu ke adaan yang lainya.
Oleh karena itu apabila keluarga ini benar-benar dibangun atas dasar hidup seksual,maka keluarga itu kana lebih goyah terus dan akan segeara pecah setelah kehidupan seksual suami itu berkurang. Hal ini kurang realistis. Lain halnya dengan Adler perpendapat bahwa maligai keluarga dibangun berdasarkan hasrat atau nafsu berkuasa. Tetapi inipun tidak realistis sebab menurut nalar keluarga yang dibangun di atas dasar nafsu menguasai itu tidak pernah sejahtera. Padahal yang dicita-citakan adalah keluarga bahagia sejahtera.
Durkheim berpendapat bahwa keluarga adalah lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik, ekonomi dan lingkungan.
Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sendiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya.
3) Pengertian Masyarakat
Drs. JBAF Mayor Polak menyebut masyarakat (Society) adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas banyak sekali kolektiva-kolektiva serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok-kelompok lebih baik atau sub kelompok.
Kemudian pendapat dari Prof. M.M.Djojodiguno tentang masyarakat adalah suatu kebulatan daripada segala perkembangan dalam hidup bersama antara manusia dengan manusia. Akhirnya Hasan Sadily berpendapat bahwa masyarakat adalah suatu keadaan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama.
Jelasnya: Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehiduapn, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya.
Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka memiliki itulah yang menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri kehidupan yang khas. Dalam lingkungan itu, antara orang tua dan anak, antara ibu dan ayah, antara kakek dan cucu, antara kaum laki-laki atau sesama kaum wanita, atau antara kaum laki-laki dan kaum wanita, larut dalam suatu kehidupan manusia, yang disebut masyarakat.
Menilik kenyataan dilapangan, suatu kelompok masyarakat dapat berupa suatu suku bangsa. Bisa juga berlatar belakang dari berbagai suku.
Contoh : yang disebut masyarakat jakarta atau orang betawi, pada hakikatnya berakar dan bernenek moyang dari berbagai suku. Salah satu diantaranya adalah suku sunda, jawa barat. Erat kaitannya dengan itu tatanan kehidupan, norma-norma dan adat istiadat yang memberi warna kepribadian orang betawi, salah satu diantaranya berakar dan berasal dari kebudayaan dan kepribadian suku sunda dan jawa barat. Dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu masyarakat, dapat digolongkan menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat maju (masyarakat modern).
a.)    Masyarakat sederhana. Dalam lingkungan masyarakat sederhana (primitif) pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja dalam bentuk lain tidak terungkap dengan jelas, sejalan dengan pola kehidupan dan pola perekonomian masyarakat primitif atau belum sedemikian rupa seperti pada masyarakat maju.
Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, nampaknya berpangkal tolak dari latar belakang adanya kelemahan dan kemampuan fisik antara seorang wanita dan pria dalam menghadapi tantangan-tantangan alam yang buas pada saat itu. Berburu atau menangkap ikan di laut misalnya, merupakan pekerjaan berat yang menuntut keberanian, keterampilan, serta kemampuan daya tahan fisik yang kuat. Oleh karena itu, kedua bidang pekerjaan ini tercatat sebagai monopoli pekerjaan kaum lelaki, di samping pekerjaan-pekerjaanlain, misalnya menebang pohon, mempersiapkan serta membersihkan lahan pertanian untuk berladang, dan memelihara ternak besar. Mengurus rumah tangga, menyusui, dan mengasuh anak-anak, merajut, membuat pakaian, dan bercocok tanam adalah pekerjaan orang perempuan. Demikian maka kaum wanita tidak bisa mengurus anak-anak tetapi juga membuat barang-barang anyaman, seperti keranjang, dan mengumpulkan sayuran liar, buah-buahan, dan binatang-binatang kerang(M. Amir Sutaarga, 1960 : 41-42).
                Kalaulah pada saat mengolah tanah pertanian (ladang atau kebun) dikerjakan bersama-sama, maka pekerjaan yang berat seperti : membuka lahan, menyingkirkan pohon-pohon yang tumbang, dikerjakan oleh laki-laki. Kaum wanita mengerjakan yang ringan-ringan, misalnya. Menyebar benih, menyiangi rumput (Raymond Firth, et. Al.,1961 ; 107). Karena dirasakan perlu menambahkan tenaga kerja , ada kalanya pada beberapa masyarakat primitif, seorang istri maminta kepada suaminya supaya mengambil seorang isteri lain untuk meringankan pekerjaan rumah tangganya (Raymond Firth, 1961 : 120). Pada suku Nehe, jika seorang laki-laki mempunyai lebih banyak isteri, dia terhindar dari pekerjaan pertanian yang berat.
                Dengan latar belakang seperti itu, jelas bahwa antara sang suami dan sang isteri, dan antara sang sesama isteri, terjadi pembagian kerja dengan kesepakatan yang dapat diterima satu sama lain.
b.)      Masyarakat maju. Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelompok sosial, atau lebih akrab dengan sebutan kelompok organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai organisasi kemasyarakatan itu dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan terbatas sampai pada cangkupan nasional, regional maupun internasional. Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non industri dan masyarakat industri.

(1)    Masyarakat Non Industri
Secara garis besar, kelompok nasional atau organisasi kemasyarakatan non industri dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu kelompok primer (primary group) dan kelompok sekunder (secondary group).
(a)    Kelompok primer
Dalam kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin lebih intensif, lebih erat, lebih akrab. Kelompok primer ini disebut juga kelompok “face to face group”, sebab anggota kelompok sering berdialog, bertatap muka, karena itu saling mengenal lebih dekat, lebih akrab. Sifat interaksi dalam kelompok-kelompok priimer bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Pembagian kerja atau pembagian tugas pada kelompok menerima serta menjalankan tugas tidak secara paksa, lebih dititik beratkan pada kesadaran, tanggung jawab para anggota dan berlangsung atas dasar rasa simpati dan secara sukarela.
Contoh-contoh kelompok primer, antara lain : keluarga, rukun tetangga, kelompok kerja, kelompok agama, dan lain sebagainya.
(b)   Kelompok Sekunder

Antara anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan tak langsung, formal, juga kurang bersifat kekeluargaan. Oleh karena itu, sifat interaksi, pembagian kerja, pembagian kerja antar anggota kelompok diatur atas dasar pertimbangan-pertimbangan rasional, obyektif.
Para anggota menerima pembagian kerja/pembagian tugas atas dasar kemampuan, keahlian tertentu, disamping dituntut dedikasi. Hal-hal semacam itu diperlukan untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di flot dalam program-program yang telah sama-sama disepakati. Contoh-contoh kelompok sekunder, misalnya : partai politik, perhimpunan serikat kerja/serikat buruh, organisasi profesi dan sebagainya. Berlatar belakang dari pengertian resmi dan tak resmi, maka tumbuh dan berkembang kelompok formal (formal group) atau lebih akrab dengan sebutan kelompok resmi, dan kelompok tidak resmi (informal group). Inti perbedaan yang terjadi adalah : kelompok tidak resmi (informal group) tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Ruah Tangga (ART) seperti yang lazim berlaku pada kelompok resmi.
Namun demikian, kelompok tidak resmi juga mempunyai pembagian kerja, peranan-peranan serta hirarki tertentu, norma-norma tertentu sebagai pedoman tingkah laku para anggota beserta konvensi-konvensinya. Tetapi hal ini tidak dirumuskan secara tegas dan tertulis seperti para kelompok resmi (W.A. Gerungan, 1980 : 91).
Contoh : Semua kelompok sosial, perkumpulan-perkumpulan, atau organisasi-organisasi kemasyarakatan yang memiliki anggota kelompok tidak resmi.
Seringkali dalam tubuh kelompok resmi juga terbentuk kelompok tak resmi. Anggota-anggota terdiri atas beberapa individu atau keluarga saja. Sifat interaksinya berlangsung saling mengerti yang lebih mendalam, karena latar belakang pengalaman-pengalaman, senasib sepenanggungan dan pandangan-pandangan yang sama.

(2)    Masyarakat Industri
Durkheim mempergunakan variasi pembagian kerja sebagai dasar untuk mendeklasifikasikan dasar masyarakat, sesuai dengan taraf perkembangannya. Akan tetapi ia lebih cenderung mempergunakan dua taraf klasifikasi, yaitu yang sederhana dan kompleks. Masyarakat-masyarakat yang berada di tengah kedua ekstrim tadi diabaikannya (Soerjono Soekanto, 1982 : 190).
Jika pembagian kerja bertambah kompleks, suatu tanda bahwa kapasitas masyarakat semakin tinggi. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling ketergantungan antara kelompok-kelompok masyarakat yang telah mengenal pengkhususan. Otonomi sejenis, juga menjadi ciri dari bagian/kelompok-kelompok masyarakat. Otonomi sejenis dapat diartikan dengan kepandaian/keahlian khusus yang dimiliki seseorang secara mandiri, sampai pada batas-batas tertentu.
Contoh-contoh : tukang roti, tukang sepatu, tukang bubut, tukang las, ahli mesin, ahli listrik dan ahli dinamo, mereka dapat bekerja secara mandiri. Dengan timbulnya spesialisasi fungsional, makin berkurang pula ide-ide kolektif untuk diekpresiasikan dan dikerjakan bersama. Dengan demikian semakin kompleks pembagian kerja, semakin banyak timbul kepribadian individu. Sudah barang tentu masyarakat sebagai keseluruhan memerlukan derajat integrasi yang serasi. Akan tetapi hanya akan sampai pada batas tertentu, sesuai dengan bertambahnya individualisme.
Abad ke-15 sebagai pangkal tolak dari berkembang pesatnya industrialisasi, terutama didaratan eropa. Hal tersebut telah melahirkan bentuk pembagian kerja antara majikan dan buruh. Semula pembagian kerja antara majjikan dan buruh atau mereka yang magang bekerja berjalan serasi, sehingga konflik jarang terjadi.
Laju pertumbuhan industri-industri membawa konsekuensi memisahkan pekerja dengan majikan lebih nyata. Majikan sebagai pemilik modal monopoli posisi-posisi tertentu, sehingga menimbulkan konflik. Sejalan dengan kompleksitas pembagian kerja, pekerjaan menjadi tambah rumit dan terlalu khusus. Akibat terjadi konflik-konflik yang tak dapat dihindari, kaum pekerja membentuk serikat-serikat kerja/serikat buruh. Awal perjuangan tersebut ditandai dengan keinginan untuk memperbaiki kondisi kerja dan upah. Perjuangan kaum buruh semakin meningkat, terutama di persahaan-perusahaan besar. Ketidak puasan kaum buruh terhadap kondisi kerja dan upah semakin meluas. Akumulasi ketidak puasan buruh menjadi bertambah, karena kaum industrialis mengganti tenaga manusia dengan mesin-mesin. Hal ini berakibat membawa stagnasi mental para buruh, lambat laun menjadi luntur, kebanggaan memiliki keterampilan dan spesialisasi semakin meningkat. Dengan demikian, pembagian kerja semakin timpang dan tidak adil.

4.      HUBUNGAN ANTAR INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT
a.      Makna Individu
Manusia adalah makhluk individu. Makhluk individu berarti makhluk yang tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat dipisah-pisahkan antara jiwa dan raganya.
      Para ahli Psikologi modern menegaskan bahwa manusia itu merupakan suatu kesatuan jiwa raga yang kegiatannya sebagai keseluruhan, sebagai kesatuan. Kegiatan manusia sehari-hari merupakan kegiatan keseluruhan jiwa raganya. Bukan hanya kegiatan alat-alat tubuh saja, atau bukan hanya aktivitas dari kemampuan-kemampuan jiwa satu persatu terlepas daripada yang lain.
Contoh : Manusia sebagai makhluk individu mengalami kegembiraan atau kecewa akan terpaut dengan jiwa raganya. Tidak hanya dengan mata, telinga, tangan, kemauan, dan perasaan saja. Dalam kegembiraannya manusia dapat mengagumi dan merasakan suatu keindahan, karena ia mempunyai rasa keindahan, rasa estetis dalam individunya. Suatu rasa keindahan, rasa estetis dalam individunya. Suatu keindahan ia kagumi dan ia nikmati melalui indera mata dan indera mata dan indera perasaan yang berbaut menjadi satu kesatuan.
      Tegasnya, apabila kita mengamati sesuatu, maka kita bukan hanya melihat sesuatu dengan alat mata kita saja, melainkan juga seluruh minat, dan perhatian yang kita curahkan kepada objek yang kita amati itu. Minat dan perhatian ini sangat dipengaruhi oleh niat dan kebutuhan kita pada waktu itu. Dalam pengamatan suatu objek tersebut keseluruhan jiwa raga kita terlibat dalam proses pengamatan itu, dan tidak hanya indera mata saja.
      Pendapat lain bahwa manusia sebagai makhluk individu, tidak hanya dalam arti makhluk keseluruhan jiwa raga, melainkan juga dalam arti bahwa tiap-tiap orang itu merupakan pribadi (individu) yang khas menurut corak kepribadiannya, termasuk kecakapan-kecakapan serta kelemahan-kelemahannya. Sehubungan dengan itu, Fallport merumuskan kepribadian manusia sebagai makhluk individu adalah sebagai berikut : kepribadian adalah organisasi dinamis daripada sistem-sistem psy-cho-physik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik (khas) dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan (W.A. Gerungan, 1980 : 28).
      Kenyataan-kenyataan yang kita dapati dalam kehidupan sehari-hari setiap individu berkembang sejalan dengan ciri-ciri khasnya, walaupun dalam kehidupan lingkungan yang sama. Contohnya yang sangat tepat adalah anak kembar. Dua individu manusia yang berasal dari satu keturunan yang sama. Bersumber dari satu indung telur, tetapi toh-tetap memiliki karakter ramah, tamah, periang, dan mudah bergaul dengan teman-teman sebaya dalasm lingkungannya. Anak yang satu lagi bersifat tertutup, pemalu, sukar bergaul dengan teman-teman sebaya dan lingkungannya.
      Untuk menjadi suatu individu yang “mandiri” harus melalui proses. Proses yang dilaluinya adalah proses pemantapan dalam pergaulan di lingkugan keluarga pada tahan pertama. Karakter yang khas itu terbentuk dalam lingkungan keluarga secara bertahap dan akan mengedap melalui sentuhan-sentuhan interaksi : etika, estetika, dan moral agama. Sejak anak manusia dilahirkan ia membutuhkan proses pergaulan dengan orang-orang lain untuk memenuhi kebutuhan batiniah dan lahiriah yang membentuk dirinya. Menurut Sigmund Freud, superego pribadi manusia sudah mulai terbentuk pada saat manusia berumur 5-6 tahun (W.A Gerungan. 1980 : 29).
b.      Makna keluarga
Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga menurupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial ini mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama, di mana saja dalam satuan masyarakat manusia.
Di sini kita sebutkan 5 macam sifat yang terpenting yaitu :
1.      Hubungan suami – isteri :
Hubungan ini mungkin berlangsung seumur hidup dan mungkin dalam waktu yang singkat saja. Ada yang berbentuk monogomi, ada pula yang poligami. Bahkan masyarakat yang sederhana terdapat “group married”, yaitu sekelompok wanita kawin dengan sekelompok laki-laki.
2.      Bentuk perkawinan di mana suami-isteri itu diadakan dan dipelihara.
Dalam pemilihan jodoh dapat kita lihat, bahwa calon suami-isteri itu dipilihkan oleh orang-orang tua mereka. Sedang pada masyarakat lainnya diserahkan pada orang-orang yang bersangkutan. Selanjutnya perkawinan ini ada yang berbentuk indogami (yakni kawin di dalam golongan sendiri, ada pula yang berbentuk exogami (yaitu kawin di luar golongan sendiri).
3.      Susunan nama-nama dan istilah-istilah termasuk cara menghitung keturunan.
Di dalam beberapa masyarakat keturunan dihitung melalui garis laki-laki misal : Di batak. Ini disebut patrilineal. Ada yang melalui garis wanita, di Minangkabau. Ini disebut : Matrilineal, di mana kekuasaan terletak pada wanita. Di Minangkabau wanita tidak mempunyai hak apa-apa, bahkan hartanya pun tidak diurusi oleh wanita itu, melainkan diurus oleh adik atau saudara perempuannya.
4.      Milik atau harta benda keluarga
Di manapun keluarga itu pasti mempunyai milik untuk kelangsungan hidup para anggota-anggotanya.
5.      Pada umumnya keluarga itu tempat bersama/rumah bersama.


c.       Makna Masyarakat
Seperti halnya dengan definisi sosiologi yang banyak jumlahnya kita dapati pula definisi-definisi tentang masyarakat yang juga tidak sedikit. Definisi adalah sekedar alat ringkat untuk memberikan batasan-batasan mengenai sesuatu persoalan atau pengertian ditinjau daripada analisa. Analisa inilah yang memberikan arti yang jernih dan kokoh dari sesuatu pengertian.
Mengenai arti masyarakat ini, baiklan di sini kita kemukakan beberapa definisi mengenai masyarakat itu, seperti misalnya :
1.      R. Linton : Seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
2.      M.J. Herskovist : menulis bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu.
3.      J.L. Gillin dan J.P. Gillin : mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil.
4.      S.R. Steinmets : seorang sosiologi bangsa Belanda, mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai perhubungan yang erat dan teratur.
5.      Hasan Shadily : mendefinisikan masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, dengan atau karena sendirinya, bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.
Kalau kita mengikuti definisi Linton, maka masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu, yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama dalam waktu lama.
Kelompok manusia yang dimaksud di atas yang belum terorganisasikan mengalami proses yang fundamental, yaitu :
a.      Adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggota.
b.      Timbul perasaan berkelompok secara lambat laun atau lespirit de corps.
Proses ini biasanya bekerja tanpa disadari dan diikuti oleh semua anggota kelompok dalam suasana trial dan error. Dari uraian tersebut di atas dapat kita lihat bahwa masyarakat dapat mempunyai arti yang luas dan dalam arti yang sempit. Dalam arti yang luas masyarakat dimaksud keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata lain: kebetulan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti smpit masyarakat dimaksud sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu mislanya territorial, bangsa golongan mahasiswa masyarakan jawa, masyarakat sunda, masyarakat minang, masyarakat jawa, masyarakat tani dan sebagainya, dipakailah kata masyarakat itu dalam arti yang sempit.

Mengingat definisi-defisini masyarakat tersebut di atas , maka dapat ambil kesimpulan, bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
a.      Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan manusia binatang.
b.      Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah tertentu.
c.       Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

Di dalam hubungan antara manusia dengan manusia hubungan tadii. Reaksi ini yang menyebabkan hubungan-hubungan manusia bertambah luas. Misalnya seorang yang menyanyi ia memerlukan reaksi berupa pujian atau celaan guna mendorong tindakan selanjutnya. Di dalam memberikan reaksi tersebut ada kecenderungan untuk mensereasikan dengan tindakan orang lain.

Hal ini disebabkan manusia sejak lahir mempunyai 2 hasrat/keinginan, yakni:
-          Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain disekililingnya (yaitu masyarakat), milieu sosial.
-          Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana sekililingnya.
untuk dapat menyusuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut manusia menggunakan oikiran untuk dapat menghadapo udara dingin, alam yang kejam dan sebagainya manusia menciptakan rumah, pakaian, dan lain-lainnya. Manusia juga harus makan agar tetap sehat : untuk itu ia mengambil makanan sebagai hasil dari alam sekitarnya dengan menggunakan akal. Untuk mencari makanannya manusia di laut mencari ikan sebagai nelayan di hutan manusia terbaru.
Kesemuanya itu ditimbulkan kelompok-kelompo sosial (Sosial grups) dalam kehidupan manusia karena tak mungkin hidup sendiri.

Menurut ellwod, faktor-faktor yang menyebabkan manusia hidup bersama, adalah:
a.      Dorongan untuk mencari makan : penyelenggaraan untuk mencari makanan itu lebih mudah di lakukan dengan bekerjasama.
b.      Dorongan untuk mempertahankan diri : terutama pada keadaan primitif : dorongan ini merupakan cambuk untuk kerjasama
c.       Dorongan untuk melangsunkan jenis.
Manusia sebagai makhluk sosial manapun tersusun dalam kelompok-kelompok. Fakta ini menunjukan manusa mempunyai sosial akan pembawaan dalam pergaulan dengan sesamanya) seperti hasrat bergaul dan sebagainya.
                                                     
Kecenderungan sosial ini merupakan keanehan, yaitu perasaan yang lain. Misalnya harga diri. Rasa tetapi juga kelihatan berharga. Orang yang gila hormat misalnya sebetulnya bertindak karena dorongan penghargaan orang lain. Kadang-kadang rasa harga dri berhubungan juga dengan suatu keompok sosial tertentu, misalnya seseorang dapet menunjukan prestasi yang baik. Kerapkali rasa harga diri menjerma menjadi nafsu untuk berkuasa.
Suatu himpunan manusia supaya merupakan kelompok sosial harus memenuhi syarat-syarat, antara lain:
1.       Setiap anggota harus sadar bahwa ia merupakan bagian lain kelompoknya
2.       Ada hubungan timbal balik antara anggota-anggotaya.
3.       Ada suatu faktor yang di miliki bersama, seperti nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi yang sama dan sebagainya,
Jadi masyarakat itu di bentuk oleh individu-indivdu yang beradab dalam ke adaan sadar. Indiivdu yang fikiran nya rusak, individu individu type pertama tidak dapat menjadi anggota masyarakat yang permanen,saling mengikatkan dirinya dengan individu-individu lain nya . membentuk sati kesatuan dapet di sebut individu sebagai anggota masyarakat.
Dapatkah kita membedakan pengertian antara ondividu sebagai perseorangan dan individu sebagai mahluk sosial. Individu perseorangan berarti individu berbeda dalam keadaan tidak berhubungan dengan individu lainnya. Atau dengan kata lain : individu
        Sesungguhnya telah kita bedakan dua pengertian yang contras, namun kodratnya manusia iyu adalah “makhluk sosial” bukan makhluk individual. Kenyataan ini sesuai dengan rumus Aristoteles : man is by nature a political animal, yang artinya : manusia pada kodratnya adalah makhluk yang berkumpul-kumpul. Atau dengan singkat manusia itu adalah zoon politicon.
         Bila rumusan tersebut kita terima dengan sungguh-sungguh sesuai dengan kenyataannya, maka tak ada jalan lain untuk mengatakan, bahwa manusia sebagai makhluk sosial adalah sudah pada kodratnya. Auguste Comte tersendiri di dalam ilmu pengetahuan sosiologi berpendapat bahwa :  Kehendak berkumpul itu memang terkandung di dalam  sifat manusia. Nyatalah bahwa manusia pada kodratnya adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang bertindak seirama dengan kehendak umum yaitu masyarakat.
          Pertumbuhan adalah suatu perubahan ke arah yang lebih maju dan lebih dewasa. Pertumbuhan dapat di tinjau dari tiga aliran yaitu Asosiasi, Psikologi Gestalt, Sosiologi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dapat di lihat dari tiga pendirian,yaitu: Nativistik, Empiristik dan environmentalistik, Konvergensi dan interaksionisme.
Fungsi-fungsi keluarga yaitu:
a.       Sebagai tempat atau wahana pembentukan kepribadian anak-anak dari anak keturunan keluarga tersebut.
b.      Berfungsi sebagai alat reproduksi kepribadian-kepribadian
c.       Sebagai eksponen dan perantara (transmisi) kebudayaan masyarakat, sebab keluarga menempati posisi kunci.
d.      Sebagai lembaga perkumpulan ekonomi dan,
e.      Sebagai pusat-pusat pengasuhan dan pendidikan anak-anak sebagai penerus generasi bangsa.
Pembagian kerja pada kelompok-kelompok masyarakat sederhana lebih di titikberatkan pada keterbatasan dan kemampuan fisik ( antara orang wanita dan pria). Oleh karena itu pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan kekuatan fisik di lakukan oleh orang laki-laki. Sebaliknya perkerjaan yang ringan di kerjakan oleh orang wanita.

          Dalam lingkungan kelompok masyarakat maju, yang terbagi menjadi masyarakat non industri dan masyarakat industri, pembagian kerja menjadi lebih kompleks, lebih rumit dan lebih khusus. Sejalan dengan perkembagannya industri, lahirlah kelompok masyarakat pemilik modal (di sebut majikan)dan kelompok pekerja. Berpangkal tolak dari penggolongan kelas-kelas pekerja, dapat di bedakan : pekerja kasar, pekerja kelas menengah, dan pekerja kelas tinggi.
Individu, Keluarga dan Masyarakat :
a.       Individu di artikan kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan.
b.      Mengenai pengertian keluarga ada beberapa pendapat antara lain :
1.       Sigmund Freud berpendapat bahwa keluarga adalah perwujudan dari adanya perkawinan antara pria dan wanita, sehingga keluarga itu merupakan perwujudan dorangan seksual.
2.       Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa keluarga itu adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, eksensial  enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh golongan itu untuk memuliakan masing-masing angotanya.
c.       Mengenai pengertian masyrakat antara lain menurut :
1.       Drs.JBAF.MAJOR Polak berpendapat bahwa masyarakat adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri dari kolektiva-kolektiva serta kelompok-kelompok dan sub-sub kelompok.
2.       Prof.M.M.Djojodiguno berpendapat bahwa masyrakat adalah suatu kebulatan dari segala perkembangan dalam hidup bersama antara manusia dengan manusia.
3.       Hasan Sadily berpendapat bahwa masyrakat adalah suatu keaadan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama.
Individu mempunyai makna langsung apabila konteks situsional adalah keluarga atau lembaga sosial, sedangakan individu dalam konteks lingkungan sosial yang lebih besar, seperti masyarakat atau nasion, posisi dan peranannya semakin abstrak.
BAB IV
PEMUDA DAN SOSIALISASI

1.       INTERNALISASI BELAJAR DAN SPESIALISASI
Internalisasi adalah proses norma-norma kemasyarakatan yang tidak berhenti sampai institusionalisasi saja,akan tetapi mungkin norma-norma tersebut sudah mendarah daging dalam jiwa anggota-anggota masyarakat.
                Norma-norma ini kadang-kadang dibedakan antara norma-norma :
1)      Norma-norma yang mengatur pribadi yang mencakup norma-norma kepercayaan yang betujuan agar manusia beriman,dan norma kesusilaan yang bertujuan agar manusia berhati nurani yang bersih.
2)      Norma-norma yang mengatur hubungan pribadi, mencakup kaidah kesopanan dan kaidah hokum serta mempunyai tujuan agar manusia bertingkah laku yang baik dalam pergaulan hidup dan bertijuan untuk mencapai kedamaian hidup.

a.       Masalah-masalah kepemudaan
Massalah  pemuda merupakan masalah yang abadi dan selalu dialami oleh setiap generasi dalam hubungan dengan generasi yang lebih tua. Problema ini disebabkan karena sebagai akibat dari proses pendewasaan seorang, penyesuaian dirinya dengan situasi yang baru timbullah harapan setiap pemuda akan mempunyai masa depan yang (kalau bisa) lebih baik.
Daripada orang tuanya. Proses perubahan terjadi secara lambat dan teratur (evolusi) atau dengan besar-besaran sehingga orang sukar mengendalikan perubahan yang terjadi,bahkan seakan-akan tidak diberi kesempatan untuk menyesuaikan dengan situasi (obyektif) perubahan tadi.
               
Di Negara-negara berkembang anak-anak yang higga beberapa waktu yang lalu memperoleh pendidikan tradisional yaitu pendidikan berupa penerusan kebiasaan dan nilai-nilai budaya dari orang tuanya,dewasa Ini mengalami suatu situasi dimana mereka sebanyak mungkin harus menemukan jalannya untuk dirinya sendiri.
                Sebagian besar pemuda mengalami/menikamati suatu pendidikan yang lebih tinggi dari orang tuanya hal mana merupakan inti berkurangnya pengertian antara orang tua dengan anak. Dalam masyakat tradisional maka orang tua dan para sesepuh sebagai peer group memberikan bimbingan pengarahan kepada anak-anaknya, merupakan norma-norma masyarakatnya sehingga dapat dipergunakam dalam hidupnya dalam zaman perubahan masyarakat seringkali orang tua sendiri tidak dapat memahami apa yang terjadi disekitarnya. Banyak masalah tidak terpecahkan oleh mereka karena kejadian yang menimpa mereka belum pernah dialami oleh siapa pun dalam ligkungan nya dan karena itu dank arena itu anak-anak juga dapat menikmati bimbingan yang akan memudahkan masa depan mereka seperti sedia kala.
                Dewasa ini umum ditemukan bahwa secara biologi, politis dan fisik seorang pemuda sudah dewasa akan tetapi secara ekonomis, psikologis masih kurang dewasa. Seringkali diketemukan pemuda-pemuda telah menikah, mempunyai keluarga menikmati hak politiknya sebagai warga Negara tetapi dalam segi ekonominya masih tergantung dari orang tua yang tinggal agak jauh dari tempat belajar/studinya.
                Masalah antar generasi merupakan masalah suatu masyarakat yang dikenal sejak dahulu kala. Yang dipermasalahkan adalah nilai-nilai masyarakat. Bagaimana serasi atau kurang serasi hubungan ini akan tampak dalam saat-saat kritis. Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa masalah antar generasi mencerminkan kebudayaan masyarakat itu sendiri.
Dengan demikian, bagaimana masalah itu dipecahkan juga mencerminkan kebudayaan masyarakat itu.
Sehubungan dengan ini , para ahli paedagogi social berpendapat bahwa masalah antar generasi kurang dan hampir tidak terdapat dimasyarakat yang tertutup tradisional.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa masalah antar generasi merupakan suatu masalah modern.
                Adapun inti pokok adalah bahwa dalam masyarakat dengan system tertutup/tradisional, pembinaan dan proses pendewasaan terjadi secara kontinyu, diawasi oleh social control masyarakat.
                Suatu masyarakat akan mengalami stabilitas social apabila “proses reproduksi generasi” berjalan dengan baik, sehingga terbentuklah personifikasi, identitas- indentitas dan solidaritas sebagaimana diharapkan oleh generasi sebelumnya.

b.      Hakikat Kepemudaan
Kiranya disadari bahwa ada berbagai tafsiran yang bisa diberikan terhadap pemuda/generasi muda. Untuk itu kiranya perlu  diperjelas bahwa pengertian pemuda disini adalah mereka yang berumur diantara 15-30 tahun. Hal ini sesuai dengan pengertian pemuda/generasi muda sebagaimana yang dimaksudkan dengan pembinaan generasi muda dan dilaksanakan dalam repelita IV.
Pendekatan klasik tentang pemuda melihat bahwa masa muda merupakan masa perkembangan yang enak dan menarik. Kepemudaan merupakan suatu fase dalam pertumbuhan biologis seseorang yang bersifat seketika, dan sekali waktu akan hilang dengan sedirinya sejalan dengan hokum biologis itu sendiri: manusia tidak dapat melawan proses ketuaan. Maka keanehan-keeanehan yang menjadi ciri khas masa muda akan hilang sejalan dengan berubahnya usia.
Menurut pendekatan yang klasik ini, pemuda dianggap sebagai suatu kelompok yang mempunyai aspirasi sendiri yang bertentangan dengan aspirasi mayarakat, atau lebih tepat aspirasi orang tua atau generasi tua. Selanjutnya muncullah persoalan-persoalan frustasi dan kecemasan pemuda karena keinginan-keinginan mereka tidak sejalan dengan kenyataan (keinginan) generasi tua. Dalam hubungan ini kemungkinan timbul konflik dalam berbagai bentuk protes, baik yang terbuka maupun yang terselubung. Di sinilah pemuda bergejolak untuk mencari identitas mereka.
Dalam hal ini hakikat kepemudaan dicari atau ditinjau dari dua asumsi pokok:
Pertama, penghayatan mengenai proses perkembangan manusia bukan sebagai suata kotinum yang sambung menyambung tetapi fragmentaris, terpecah-pecah, dan setiap fragmen mempunyai artinya sendiri. Pemuda di bedakan dari anak dan orang tua dan masing-masing fragmen itu mewakili nilai sendiri.
Oleh sebab itu, arti setiap masa perkembangan hanya dapat dimengerti dan dinilai dari masa itu sendiri. Masa kanak-kanak hanya dapat diresapi karena keanakannya, masa pemuda karena sifat-sifatnya yang khas pemuda, dan masa orang tua yang diidentikan dengan stabilias hidup dan kemapanan.
Tidak mengherankan kalau romantisme akan tumbuh subur dalam pendekatan ini. Karena “mahkota hidup” adalah masa tua yang disamakan dengan hidup bermasyarakat, maka tingkah laku anak dan pemuda tidak lebih dari riak-riak kecil yang tidak berartidalam gelombang perjalan hidup manusia.
Dinamika pemuda tidak lebih dari usaha untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola kelakuan yang sudah tersedia, dan setiap bentuk kelakuan yang menyimpang akan dicap sebagai sesuatu yang anomalis, yang tak sewajarnya. Dan jika itu ditantang oleh kaidah-kaidah sosial yang sudah melembaga, maka hal itu akan terjelma dalam bentuk adanya jurang pemisah antara generasi muda dan generasi tua.
                Seyogyangalah penilaian bertolak dari suatu asumsi kehidupan yang bersifat kontinum, yang melihat pemuda dan kepemudaan sebagai suatu tonggak dari “wawasan kehidupan”, yang dengan sendirinya mempunyai potensi serta romantisme dalam suatu kesatuan untuk mengisi hidupnya.
                Pendekatan klasik melihat potensi dan romantisme pemuda sebagai suatu yang berdiri sendiri, baik pemuda sebagai perorangan maupun pemuda sebagai anggota kelompok da anggota dari suatu masyarakat. Demikian pula usaha-usaha untuk menyalurkan potensi pemuda kerapkali bersifat fragmentaris, karena potensi itu dilihat bukan merupakan sebagai dari aktivitas dalam wawasan kehidupan, tetapi tidak lebih sebagai penyaluran tenaga yang berlebihan dari pemuda itu.
                Asumsi pokok yang kedua yang merupakan tambahan dari asumsi wawasan kehidupan ialah posisi pemuda dalam arah kehidupanitu sendiri. Tafsiran-tafsan klasik didasarkan pada anggapan bahwa kehidupan mempunyai pola yang banyak sedikitnya sudah tertentu dan ditentukan oleh mutu pemikiran yang diwakili oleh generasi tua yang bersembunyi dibalik tradisi. Dinamika pemuda tidak dilihat sebagai sebagian dari dinamika kehidupan atau lebih tepat sebagian dari dinamika wawasan kehidupan
Hal ini disebabkan oleh suatu anggapan bahwa pemuda tidak mempunyai andil yang berarti dalam ikut mendukung proses kehidupan bersama dalam masyarakat. Pemuda dianggap sebagai objek dari penterapan pola-pola kehidupan dan bukan sebagai subjek yang mempunyai nilai sendiri.
2 asumsi yang mendasari pandangan di atas, kiranya tidak akan memberi jawaban terhadap “kebinalan” pemuda dewasa ini. Baik gagasan mengenai “wawasan kehidupan” maupun konsep mengenai tata kehidupan yang dinamis, akan menggugurkan pandangan klasik, yang menafsirkan kelakuan pemuda dan hidup kepemudaan sebagai suatu yang abnormal.
Pemuda sebagai suatu subjek dalam hidup, tentulah mempunyai nilai sendiri dalam mendukung dan menggerakan hidup bersama itu. Hal ini hanya bias terjadi apabila tingkah laku pemuda itu sendiri ditinjau sebagai interaksi terhadap  lingkunganya dalam arti luas. Penafsiran menganai identifikasi pemuda seperti ini disebut sebagai sesuatu pendekatan ekosferis.
                Ciri utama dari pendekatan ini melingkupi dua unsur pokok yaitu unsur lingkungan atau ekolagi sebagai keseluruhan dan kedua, unsur tujuan yang menjadi pengarah dinamika dalam lingkungan itu. Yang dimaksud dengan “lingkungan” dalam konsep ini melingkupi seluruh aspek dari totalitas lingkungan yang dapat diidentifisir dalam unsur-unsur lingkungan fisik, social dan budaya termasuk nilai nilai kehidupan. Tingkah laku manusia merupakan interaksi antra manusia dengan lingkungan pesisir pantai akan bertingkah laku yang berbeda dengan hidup di pegunungan. Yang hidup di kota metropolitan hingarbingar akan berbeda dengan hidup di dusun-dusun yang penuh kedamaian.
                Hubungan antara manusia sebagai subyek dengan lingkunganya adalah hubungan timbal balik yang aktif.  Artinya, bukan saja manusia itu mengubah, memperbaiki atau merusak lingkunganya, tetapi juga akan ikut menentukan, mengubah atau merusak manusia sebagai akibat pengrusakan manusia atas lingkunganya. Keseimbangan antara manusia dengan lingkunganya adalah suatu keseimbangan yang dinamis, suatu interaksi yang bergerak. Arah gerak itu sendiri mungkin kea rah perbaikan mungkin pula kea rah kehancuran. Hal itu tergantung pada tingkat pengelolaan manusia terhadap lingkunganya, serta jawaban yang kreatif terhadap potensi lingkunganya, baik potensi manusiawi maupun potensi fisik yang ekonomis.
                Dua hal yang menonjol dari pendekatan ekosferis ini. Pertama, kepemudaan dan kehidupan orang dewasa dan anak-anak merupakan totalitas. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara pemuda, orang dewasa (generasi tua) dan anak-anak, secara fundamental. Kalaupun perbedaan dalam kematangan berfikir, dalam menghayati makna hidup dan kehidupan ini semata-mata disebabkan oleh tingkat kedewasaannya.
Bertolak dari suatu kenyataan bahwa dalam masyarakat modern dimana perubahan social terjadi begitu cepat, maka semua kelompok, termasuk generasi tua perlu mencari dan menginternalisasikan atau menghayati ukuran-ukuran standar yang ternyata bersifat dinamis. Pendekatan ekosferis mengenai tingkah laku manusia memperkuat dugaan diatas. Lingkungan hidup manuasia dalam arti yang luas, seperti yang telah dijelasskan, merupakan suatu totalitas yang dinamis. Hal ini berarti, bahwa bukan saja pemuda, juga generasi tua haruslah sensitive terhadap dinamika lingkungan dengan ukuran-ukuran standar yang baru.
                Dengan pendapat diatas jelas kiranya bahwa pendekatan ekosferis mengenai pemuda, menempatkan masalah pemuda pada horizon yang lebih luas. Segala jenis “kelainan” yang hingga kini seolah-olah telah menjadi hak paten pemuda, akan lebih dapat dimengerti sebagai suatu keresahan dari masyarakat sendiri sebagai keseluruhan. Hal ini juga berarti  bahwa keresahan pemuda adalah juga suatu refleksi dari keresahan masyarakat secara keseluruhan. Secara lebih spesifik, gejolak hidup pemuda dewasa ini, adalah respons terhadap lingkungan yang kini berubah dengan cepat. Kerapkali unsur-unsur manusiawi dengan lingkungan social ekonomis ataupun fisik,tidak berjalan seirama. Secara ideal irama ini hendaknya harmonis, namun kerapkali dalam kenyataannya hal ini sukar dicapai karena keterbatasan-keterbatasan dalam lingkungan itu sendiri.
2. PEMUDA DAN IDENTITAS
                Telah kita ketahui bahwa “pemuda atau generasi muda” merupakan konsep-konsep yang selalu dikaitkan dengan masalah “nilai”, hal ini sering lebih merupakan pengertian ideologisdan kultural daripada pengertian ilmiah. Misalnya “pemuda harapan bangsa”, “pemuda pemilik masa depan”  dan lain sebagainya yang kesemuanya merupakan bahwa moral bagi pe-
Hal 122
Muda. Tetapi dilain pihak pemuda menghadapi persoalan-persoalan sepetri kenakalan remaja, ketidakpatuhan persoalan seperti kenakalan remaja, ketidak pahaman kepada orang tua/guru, kecanduan narkotika,frustasi, masa depan suram , keterbatasan lapangan kerja dan masalah lainnya, kesemuanya akibat adanya jurang antara keinginan dan harapan dengan kenyataan yang mereka hadapi.
                Diatas telah dikemukakan bahwa pemuda sering dibuat “generasi muda”, merupakan istilah demografis dan sosiologis dalam konteks tertentu. Dalam pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda bahwa yang dimaksud pemuda adalah :
1). Dilihat dari segi biologis,terdapat istilah :
      Bayi  : 0 – 1 tahun
     Anak                 : 1 – 12 tahun
     Remaja            : 12 – 15 tahun
     Pemuda          : 15 – 30 tahun
     Dewasa           : 30 tahun keatas

2). Dilihat dari segi budaya atau fungsional dikenal istilah :
      Anak                : 0 – 12 tahun
      Remaja           : 13 – 18 tahun – 21 tahun
      Dewasa          : 18 – 21 tahun keatas
 Dimuka pengadilan manusia berumur 18 tahun sudah dianggap dewasa. Untuk tugas- tugas Negara      18 tahun sering diambil sebagai batas dewasa tetapi dalam menuntut hak seperti hak pilih, ada yang mengambil 18 tahun da nada yang mengambil 21 tahun sebagai permulaan dewasa. Dilihat dari segi psikologis dan budaya, maka pematangan pribadi ditentukan pada usia 21 tahun.
3).  Dilihat dari angkatan kerja, ada istilah tenaga muda dan tenaga tua. Tenaga muda adalah calon- calon yang dapat diterima sebagai tenaga kerja yang diambil antara 18 – 22 tahun.
4). Dilihat dari perencanaan modern, digunakan istilah sumber- sumber daya manusia muda (young human resources ) .